Bismillahirrahmanirrahim
Surat Al Kahfi diturunkan sebelum hijrah, setelah turunnya surat Al Ghasyuyah. Dalam urutan Mushaf setelah surat Al-Isra’. Jumlah ayatnya 110.
Benang-Benang Terpintal
Surat Al-Kahfi berisi empat kisah, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah dua pemilik kebun, kisah Musa dan Khidhir, dan Kisah Dzul Qarnain. Di mana setiap kisah ditutup dengan beberapa ayat, sebagai komentar.
Lantas, apa kaitan kisah satu dengan kisah lainnya? Mengapa surat ini dinamai Al-Kahfi? Mengapa ia sering dibaca setiap hari jum’at?
Keutamaan Surat Al-Kahfi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi mulai hari Jum’at atau pada hari Jum’at, maka Allah memberikan cahaya kepadanya dari bawah mata kakinya hingga kolong langit.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa membaca sepuluh terkahir surat Al-Kahfi, maka ia terjaga dari Dajjal.”
Dalam hadits lain disebutkan, “Siapa di antara kamu yang menjumpai Dajjal, maka hendaklah membacakan ayat-ayat pembuka surat Al-Kahfi.” (HR. Muslim)
Apakah hubungan surat Al-Kahfi dengan Dajjal? Dan apa kaitan satu kisah dengan kisah lainnya dalam surat ini? Mari menelaah sekilas terhadap masing-masing kisah!
Kisah Ashabul Kahfi
Kisah pertana adalah kisah beberapa pemuda yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menyeru manusia agar beriman kepada-Nya. Meski negeri mereka tengah dikuasai oleh raja zhalim yang tidak beriman.
Para pemuda itu menawarkan Islam kepada kaumnya, namun mereka menolak dan menentangnya,
Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”.
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? (Qs. Al-Kahfi: 14-15)
Mereka memulai dakwah, namun didustakan dan ditindas oleh kaumnya. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada mereka agar bersembunyi di goa.
“…maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS. Al-Kahfi : 16)
Allah Ta’ala memberikan dukungan kepada mereka dengan menganugerahkan beberapa mukjizat agung.
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). (QS. Al-Kahfi : 25)
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. (Qs. Al-Kahfi : 17)
Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, (Qs. Al-Kahfi : 18)
Mukjizat-mukjizat itu diturunkan untuk menjaga para pemuda tersebut, hingga bangun setelah berlalu 309 tahun. Saat itu mereka menyaksikan bahwa kaumnya telah beriman dan akhirnya mereka hidup di tengah masyarakat baru, dimana seluruh penduduknya mukmin.
Tertipu Hingga Menghina Prinsip
Kisah kedua adalah kisah seorang laki-laki yang diberi nikmat oleh Allah Ta’ala, namun ia lupa terhadap Pemberi nikmat, hingga ia berlaku sewenang-wenang dan berani menghina prinsip-prinsip keimanan.
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat”. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. (Qs. 32-35)
Maka nasib pemilik kebun yang terpedaya oleh kekayaannya adalah:
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”. (Qs.Al-Kahfi : 42)
Cara Berinteraksi Dengan Ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala
Kisah ketiga adalah kisah Nabiullah Musa ‘alaihissalam bersana Khidhir, yaitu ketika masyarakat bertanya kepada Musa ‘alaihissalam, “Siapa yang paling pandai di bumi ini?” Ia menjawab mereka dengan menyatakan bahwa dirinyalah yang paling pandai di dunia ini. Ia menyangka mempunyai ilmu yang dapat mengantarnya menjadi manusia paling pandai, apalagi ia termasuk para rasul yang mendapat gelar ulul azmi.
Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya bahwa ada manusia yang lebih mengerti darinya. Karena itu Allah menyuruhnya melakukan perjalanan ke daerah tertentu, di pertemuan dua lautan. Maka iapun melakukan perjalanan ke daerah tertentu, di pertemuan dua lautan. Maka ia pun melakukan perjalanan jauh sampai merasa sangat lelah. Saat itu ia berkata kepada muridnya,
“…sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. (Qs. Al-Kahfi : 62)
Ia terus melakukan perjalanan dan benar-benar merasakan kelelahan. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan seorang laki-laki shalih yang mempunyai ilmu penting yang tidak dimiliki oleh kebanyakan manusia, yaitu ke-tsiqah-an (kepercayaan) pada ketentuan Allah subhanahu wa taála yang pasti memiliki hikmah. Ilmu ini juga dinamakan ilmu pengenalan kepada Allah dengan benar-benar pengenalan.
Musa álaihissalam pun bersedia belajar kepada Khidhr. Namun sebelum dimulai proses proses belajar, Khidhr mengajukan kontrak belajar,
“…maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”. (Qs. Al-Kahfi : 70)
Dan Musa álaihissalam menyetujui kontrak belajar tersebut,
Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”. (Qs. Al-Kahfi :69)
Proses belajar itu menampilkan tiga peristiwa yang secara lahir nampak sebagai keburukan dan kedzaliman, yaitu :
- Perahu yang dilobangi oleh Khidhr álaihissalam karena terdapat penguasa zhalim yang selalu berupaya merampas perahu baik yang dilihatnya.
- Anak yang dibunuh oleh Khidhr karena ia akan membebani kedua orang tuanya yang mukmin dengan kedurhakaannya.
- Tembok sebuah kota yang diperbaiki oleh Khidhr tanpa imbalan. Padahal penduduk kota itu telah mengusir Khidhr. Hal itu dikarenakan di bawah tembok terdapat kekayaan milik dua anak yatim, warisan orangtuanya yang shalih. Dan, jika tembok itu tidak diperbaiki, maka kekayaan itu tidak akan terjaga.
Tiga kasus di atas menggambarkan bahwa hikmahnya belum nampak, justru yang terlihat secara lahir tindakan itu tidak baik. Hal ini memberikan pelajaran kepada setiap mukmin bahwa Allah subhanahu wa taála menetapkan beberapa hal yang terkadang kita tidak mengetahui hikmahnya dan tidak memahami kebaikan yang ada di dalamnya. Ilmu seperti inilah yang tidak tertulis dalam Al-Qurán. Hakihat inilah yang hendak Allah Taála ajarkan kepada Nabi Musa álaihissalam dan juga kepada kita semua.
Allah subhanahu wa taála Pemberi Kekuasaan di Bumi
Kisah terakhir adalah kisah Dzul Qarnain, raja adil yang menebar kebenaran, keadilan, dan kebaikan di muka bumi. Ia mempunyai berbagai perangkat materi (ilmu dan teknologi) yang dapat mendukungnya untuk berkuasa dan sukses dalam kehidupan.
“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu” (Qs. Al-Kahfi: 84)
Ia mengelilingi dunia dari Timur hingga ke Barat untuk menebarkan hidayah kepada umat manusia dan mengisi dunia dengan keadilan serta kebaikan. Hingga akhirnya ia sampai ke suatu kaum yang hampir tidak dapat memahami ucapan.
Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” (Qs. Al-Kahfi:94)
Meskipun mempunyai berbagai perangkat materi, namun Dzulqarnain tetap meminta bantuan kepada mereka, agar mereka bersikap proaktif.
Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. (Qs. Al-Kahfi: 95)
Akhirnya ia membangun tembok perkasa yang tetap berdiri hingga saat ini. Hingga kini, kita tidak dapat mengetahui posisi Ya’juj dan Ma’juj sampai terjadinya hari kiamat dan mereka keluar dari tembok tersebut.
Keterkaitan Antar Empat Kisah
Kita harus ingat bahwa Al-Qurán tidak mengungkap kisah secara terpisah-pisah, tanpa ada keterkaitan antara satu dengan yang lain. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an merupakan satu kesatuan untuk menghadirkan makna tertentu. Misalnya, kisah Nabi Musa ‘alaihissalam dalam surat ini tidak menyebutkan Fir’aun atau mukjizat tongkat, sebab penyebutan kisah dalam ayat ini mempunyai tujuan khusus. Dan, tujuan ini tidak terdapat dalam kisah Fir’aun bersama Nabi Musa.
Jika demikian, apa benang merah yang menjadi penghubung empat kisah tersebut? Kisah-kisah tersebut memberikan gambaran mengenai beberapa fitnah utama yang dihadapi manusia dalam kehidupan.
- Fitnah agama, dimana seseorang mendapatkan fitnah, baik siksaan atau gangguan karena berpegang teguh pada agama, sehingga ia meninggalkannya. Fitnah seperti inilah yang menimpa Ashabul Kahfi, namun mereka dapat selamat dari fitnah tersebut.
- Fitnah kekayaan, fitnah inilah yang menimpa pemilik kebun yang tertipu oleh kekayaannya, sehingga menyeretnya pada kufur terhadap hari akhir,
- Fitnah ilmu, dimana seseorang terkagum dengan ilmunya dan menyangkah bahwa tidak seorang pun mengetahui seperti yang ia ketahui. Akibatnya ia melupakan sikap tawadhu’ atau bersusah-susah mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat bagi masyarakat, atau menggunakan ilmu untuk hal-hal yang membahayakan masyarakat. Fitnah seperti ini nampak jelas dalam kisah Musa bersama Khidhr. Ia lengah dan menyangkah bahwa tidak ada seoarang pun yang mengungguli ilmunya. Maka ketika tersadar, ia rela menempuh perjalanan panjang untuk belajar kepada Khidhr dan bersikap tawadhu’ kepadanya, sebagaimana layaknya seoarng murid terhadap guru.
Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (Qs. Al-Kahfi: 66)
- Fitnah kekuasaan, dimana seseorang yang dikaruniai kemampuan hebat, pengaruh yang luas, dan kekuasaan yang besar terkadang dapat mengantarkannya kepada kebanggaan akan kekuatannya, kufur pada Tuhan-nya, dan sewenang-wenang kepada sesama. Maka kisah Dzul Qarnain memberikan gambaran yangs ebaliknya. Ia adalah sosok pemimpin yang adil dan menyandarkan keutaman serta kekuatannya hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
Berkata Dzulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami”. (Qs. Al-Kahfi: 87-88)
Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”. (Qs. Al-Kahfi: 98)
Penyulut Fitnah
Empat fitnah inilah sebagai benar merah yang menghubungkan empat kisah dalam surat Al-Kahfi. Kira-kira di bagian tengah antara dua kisah pertama dan dua kisah kedua terdapat ayat 50 yang menggambarkan pemicu utama empat fitnah tersebut, yaitu iblis yang terlaknat,
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Qs. Al-Kahfi: 50)
Mungkinkah selaras dengan akal, jika kalian menjadikan musuh Allah Ta’ala dan musuh kalian sebagai penolong?
Menjaga Diri Dari fitnah
Dengan demikian, suasana umum surat Al-Kahfi adalah peringatan agar terpelihara dari fitnah. Dalam hadits disebutkan bahwa surat ini dapat menyelamatkan manusia dari fitnah terbesar dalam sejarah kemanusiaan, sejak dari Nabi Adam ‘alaihissalam hingga terjadinya hari Kiamat, yaitu fitnah Dajjal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak ada fitnah terdahsyat -menurut Allah- sejak diciptakannya Adam hingga terjadinya Kiamat, melebihi Dajjal.” (Hr. Al Hakim)
Apa kaitan antara fitnah Dajjal dengan empat fitnah yang telah disebutkan? Dajjal akan muncul sebelum terjadinya kiamat dengan menebarkan empat fitnah di atas.
Dia akan menfitnah manusia dalam urusan agama mereka, dengan mengajak manusia menjadikan Tuhan lain, selain Allah untuk diibadahi. Ia akan memfitnah manusia dengan keajaiban-keajaiban yang berikan Allah Ta’ala kepadanya (seperti menghidupkan Abu Rajab dan ibunya agar kufur kepada Allah Ta’ala, semoga Allah melindungi kita dari fitnahnya). Dengan demikian, kebanyakan manusia terfitnah kecuali orang-orang yang dirahmati Allah subnahahu wa ta’ala.
Ia membawa fitnah kekayaan, di mana ia diberi kemampuan memerintahkan langit agar memberikan hujan pada tanah tertentu sehingga menumbuhkan tanaman, mengubah pada pasir yang tandus menjadi kebun yang hijau.
Ia membawa fitnah ilmu, di mana ia berbangga di hadapan manusia dengan mengungkap berbagai bertia dan manusia dapat mempercayainya.
Fitnah terakhir yang dibawa dajjal adalah fitnah kekuasaan, yang dengan kekuatan dan kekuasaannya, ia menindas dan menguasai beberapa bagian bumi (kecuali Makkah dan Madinah).
Inilah fitnah besar yang harus diwaspadai oleh setiap muslim di setiap tempat dan masa. Dan, kewaspadaan itu dapat dibangun dengan membaca surat Al-Kahfi serta mentadabburi maknanya, terutama yang terkait dengan empat kisah tersebut beserta komentar rabbani terdapat kisah-kisah tersebut.
Tujuan Surat: Memelihara Manusia Dari Fitnah
Ketika surat ini mengungkap empat kisah, di mana benang merahnya adalah fitnah, maka setiap kisah dihiasi pelajaran yang dapat disimpulkan dari kisah itu. Dengan demikian ini dapat membimbing kita pada pemeliharan diri dari fitnah tersebut.
Inilah indahnya Al-Qur’an, ia tidak hanya mengungkap kisah tanpa tujuan, tetapi ia memaparkan empat kisah tersebut dengan maksud, agar manusia terpelihara dari empat fitnah tersebut. Adapun tujuan itu ditegaskan dalam penghujung setiap kisah.
Dengan demikian kita dapat memahami dengan jelas rambu-rambu misi yang diemban oleh surat Al-Kahfi, yaitu selamat dari aneka ragam fitnah. Lalu, bagaimana kita dapat selamat dari fitnah yang diungkap dalam empat kisah tersebut di atas?
Bahtera Penyelamat
- Persahabatan Yang Shalih
Fitnah pertama adalah fitnah agama yang disebutkan dalam kisah Ashabul Kahfi. Agar kita terpelihara dari fitnah itu, maka surat ini memberikan bimbingan kepada kita agar:
- Menjalin persahabatan dengan orang shalih
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Qs. Al-Kahfi: 28)
Persahabatan yang shalih dan kesabaran dalam mempertahankannya adalah sebaik-baik penolong manusia untuk menjaga komitmen.
- Mengingat Akhirat, terutama yang terkait dengan nasib yang akan diterima kaum mukminin dan akibat yang akan diterima orang-orang kafir. Ini merupakan obat mujarab untuk memelihara muslim dari berbagai fitnah yang menyertai kehidupannya.
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Qs. Al-Kahfi: 29)
- Tidak Terikat Dengan Dunia
Agar terhindar dari fitnah harta seperti yang menimpa pemilik dua kebun, maka Al-Qur’an menyebutkan dua hal setelah pengungkapan kisah secara lansung yaitu:
- Memahami hakikat dunia
Inilah yang dapat kita lihat dengan jelas pada ayat pertama setelah pemaparan kisah,
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs. Al-Kahfi: 45)
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang jeda-jeda yang singkat, dari mulai permulaan hidup, pertengahannya, hingga akhir kehidupan. Tahapan-tahapan itu sangat cepat sehingga kata sambung yang digunakan adalah ‘fa’ (kata sambung yang menunjukkan urutan yang cepat, tanpa jeda). Perhatikanlah sekali lagi, (Maka mejadi subur….maka tumbuh-tumbuhan itu mejadi….)
Dunia ini tidak kekal dan segera berakhir. Karena itu, wahai muslimin, jagan terpenjara olehnya, agar kalian selamat dari berbagai fitnah!
- Mengingat akhirat, terutama yang terkait dengan pemaparan amal manusia di hadapan Dzat Yang Maha Perkasa. Seolah-olah mengingat akhirat merupakan prinsip utama yang dapat membentengi manusia dari seluruh fitnah (fitnah agama maupun fitnah harta).
Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka. Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian. Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”. (Qs. Al-Kahfi: 47-49)
- Tawadhu’
Untuk menjaga diri dari fitnah ilmu dan ketertipuan dengannya, setiap orang harus bersikap tawadhu’ kepada Allah Ta’ala, kemudian tawadhu’ kepada ilmu. Inilah yang dapat kita pahami dari ayat,
Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”. (Qs. Al-Kahfi: 69)
Padahal Musa ‘alaihissalam adalah seorang nabi, rasul, dan ulul azmi, bahkan dia adalah kalimullah (orang yang diajak bicara lansung oleh Allah Ta’ala). Oleh karena itu, jangan sampai Anda terperdaya oleh barbagai ijazah perguruan tinggi, ilmu yang luas, atau bahkan hafalan Al-Qur’an, sehingga Anda terfitnah dan tidak bersikap tawadhu’kepada Allah Ta’ala.
- Ikhlas
Fitnah kekuasaan diterapi dengan keikhlasan, sikap tawadhu’ kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan menyandarkan segala keutamaan, kekuatan, serta kekuasaan kepada Allah. “Dzulqarnain berkata, ‘ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanmu.” (Qs. Al-Kahfi: 95)
Oleh karena itu, surat ini memberi peringantan tegas kepada orang-orang yang mensekutukan Allah dengan tidak mengiklaskan amal kepadaNya,
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (Qs. Al-Kahfi: 103-105)
Ayat ini berkenaan dengan orang-orang musyrik dan mengingatkan manusia dari kesyirikan. Ayat ini kemudian ditutup dengan perintah kepada kaum mukminin agar mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Qs. Al-Kahfi: 110)
Barangsiapa yang ingin benar-benar diterima amalnya oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan mendapatkan ridha-Nya pada hari kiamat nanti, hendaklah ia memenuhi dua hal. Pertama, melakukan amal yang benar, yaitu yang sesuai dengan contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kedua, mengikhlaskan niat hanya untuk Allah Ta’ala. Dua hal penting inilah yang menjadi penutup Surat Al-Kahfi.
Keindahan Sastra Surat Al-Kahfi
Di sela-sela pembahasan ayat-ayat dalam surat Al-Kahfi, kita jumpai beragam intro yang indah, sehingga menambah kecintaan dan keterpautan hati kita dengan Al-Qur’an. Semua itu dituangkan untuk mendukung tercapainya tujuan yang hendak dicapai oleh surat ini.
Banyak Gerak Dan Sikap Positif
Dalam surat ini kita menyaksikan banyak gerakan yang menarik perhatian. Sebab seluruh isi surat menggambarkan kisah tentang manusia yang selalu bergerak secara proaktif. Mulai dari Ashabul Kahfi yang meninggalkan keluarga dan rumah untuk berlindung ke Goa, hingga kisah Nabi Musa ‘alaihisslam yang berjalan menuju pertemuan dua lautan sampai benar-benar lelah.
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. (Qs. Al-Kahfi: 62)
Dan ketika Musa belajar bersama Khidr, terlihat banyak pergerakan,
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (Qs. Al-Kahfi: 71)
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. (Qs. Al-Kahfi:74)
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (Qs. Al- Kahfi: 77)
Maka diapun menempuh suatu jalan. (Qs. Al-Kahfi: 85)
Bukan hanya sampai di situ, ia juga akan menjelajah bumi dari Timur hingga ke Barat.
Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, (Qs. Al-Kahfi: 90)
Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. (Qs. Al-Kahfi: 93)
Bimbingan yang diberikan Dzulqarnain kepada penduduk yang membantunya adalah cermin gerak yang dinamis.
Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, (Qs. Al-Kahfi: 95)
Maka mereka tidak boleh hanya menonton dan bertepuk sebelah tangan saat pembangunan dinding, tetapi mereka harus ikut bergerak dan berpartisipasi dalam pembangunan tersbut.
Ini semua menggambarkan bahwa menjaga diri dari fitnah hanya dapat dilakukan dengan gerak yang dinamis dan sikap proaktif, tidak dengan diam, menyerah, dan sikap pasif. Apabila seseorang terganggu di suatu tempat, hendaklah bergerak ke tempat lain yang lebih kondusif untuk menegakkan syi’ar agama dan menjaga agama. Oleh karena itu, Islam mensyari’atkan hijrah untuk menyelamatkan agama. Inilah yang diisyaratkan dalam kisah hijrahnya Ashabul Kahfi.
Sekedar rehat, ternyata surat ini dibaca pada hari jum’at, hari libur kaum muslimin. Ini seolah membawa pesan, daripada diam dan bersantai pada hari libur, sebaiknya membaca surat Al-Kahfi dan ambillah berbagai ibrah darinya. Gerak dinamis dan sikap proaktif dapat mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang positif serta menjaga diri dari berbagai fitnah, sebab yang diam itu mudah ditangkap.
Al-Qur’an dan Penjagaan Fitnah
Jika diperhatikan, surat ini dimulai dengan menyebut Al-Qur’an dan ditutup dengan menyebut Al-Qur’an. Hal ini memberikan gambaran bahwa Al-Qur’an adalah penjaga fitnah yang paling utama. Tentu jika kita membacanya serta memahami pokok bahasan dan tujuannya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا ۜ
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya. (Qs. Al-Kahfi:1)
قُل لَّوْ كَانَ ٱلْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّى لَنَفِدَ ٱلْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِۦ مَدَدًا
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (Qs. Al-Kahfi:109)
Artinya, kehendak Allah subhanahu wa ta’ala dan hikmahNya tidak dapat dibatasi oleh apa pun. Oleh karena itu, penolong utama untuk selamat dan terjaga dari fitnah adalah kitab Al-Qurán. Inilah sebab Allah Ta’ala menyebutkannya sebelum menceriatakan fitnah dan kembali mengungkapnya setelah menceritakan fitnah.
Dakwah dan Penjagaan Dari Fitnah
Di antara catatan kecil yang tersirat dalam surat adalah bahwa empat kisah dalam surat yang mencakup seluruh kelompok dakwah kepada Allah Ta’ala,
- Pemuda yang menyeru penguasa (Ashabul Kahfi)
- Seorang laki-laki yang mengingatkan sahabatnya (Pemilik dua kebun)
- Guru mengajak muridnya (Khidr dan Musa ‘alaihissalam)
- Pemimpin yang menyeruh rakyatnya (Dzulqarnain)
Ini semua memberikan makna yang amat penting, bahwa dakwah (menyeru) manusia kepada Allah merupakan faktor yang amat penting untuk menjafa diri dari fitnah, di samping faktor utama, yaitu berpegang teguh pada Al-Qur’an.
Beriman Kepada Hal Ghaib
Keghaiban adalah masalah yang menyelimuti sebagian kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Masih ada sekian banyak teka-teki dalam kisah ashabul kahfi, yaitu berapa lama mereka tinggal di goa? Di mana letak goa yang menjadi persembunyian mereka? Berapa jumlah mereka? Sehingga satu ayat penuh mengungkap perbedaan pendapat mengenai jumlah personil mereka, yaitu ayat ke-20. Mengapa?
Masih ada teka-teki tentang lokasi dinding yang dibangun oleh Qzulqarnain dan tempat keberadaanYa’juj dan Ma’juj.
Juga masih ada teka-teki mengenai tindakan Khidr dan pertanyaan-pertanyaan Nabi Musa ‘alaihissalam tentang tindakan tersebut.
Lalu, pelajaran apa yang dapat diambil dari semua teka-teki di atas? Seolah-olah Surat ini mengatakan kepada kita, “Pahamilah, bahwa hal ghaib itu hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala. Terkadang Allah menampakkan sebagian hal ghaib itu dalam realita yang bertolak belakang dengan hakikatnya. Oleh karena itu, serahkanlah urusan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan percayalah kepada-Nya. Dengan begitu kita akan terhindar dari fitnah, insyaaAllah.
Goa Dakwah
Tinggal satu pertanyaan, “Mengapa Surat ini dinamai Al-Kahfi?” Pada dasarnya, ketika kita mendengar kata “Goa”, yang terbayang adalah sebuah ketakuatan, kegelapan, dan kengerian. Dan, ketika mendengar seseorang berkata kepadanya, “Berlindunglah ke goa!” maka ia akan merasakan ketakutan terhadap sesuatu yang belum diketahui dan kegelapan yang menyelimuti goa. Akan tetapi, Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan goa ini aman dan penuh rahmat.
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (Qs. Al-Kahfi: 16)
Allah Subhanahu wa ta’ala menetapkan urusan ghaib yang tidak diketahui manusia, (seperti goa yang dimasuki oleh para pemuda). Karena itu, surat ini dinamai Al-Kahfi untuk menyandarkan manusia tentang ketidak-tahuannya terhadap masalah ghaib. Surat ini juga mengatakan kepada setiap muslim, serahkan urusan ghaib kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan bertawakkalah kepada-Nya. Apabila mereka berlindung ke goa dan Allah Subhanahu wa ta’ala melimpahkan rahmat-Nya untuk mereka, hendaklah Anda berlindung ke pangkuan dakwah dan pasrahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala. Dia akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada Anda dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi urusan Anda.
Ambi Ummu Salam
Sumber : Khowatir Qur’aniyah, Nazharat fi ahdafi suwari Qur’an karya Amru Khalid, hal.351-370
Assalamuaaiku, terimaksih atas info yang sangat bermanfaat ini. kalau boleh saya tau referensi2 penjelasana di atas apa saja, saya tertarik untuk mengulas kisah2 itu dalam sebuah skripsi
Waalaykumsalam warohmatullah wabarokatuh. Buku khowatir qur’aniyyah penulisnya amru khalid. Untuk kisah-kisah detailnya bisa dilihat di kitab-kitab tafsir. Saya biasa pakai 3 kitab tafsir rujukan, tafsir ibnu katsir, tafsir ath thabari dan tafsir alqurtubi.
Ada juga buku yg khusus membahas kisah-kisah dalam alqur’an yang biasa saya pakai yang dari penulis Dr. Abdul Karim Zaidan sama Dr. Hamid Ahmad Ath Thahir.
Allahu a’lam..
Semoga bermanfaat🙏