Khadijah binti Khuwailid ibn Asad ibn Abdul Uzza ibn Qushay. Persis di Qushay, kakeknya yang keempat, nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibu Khadijah radhiyallahu ‘anha bernama Fatimah binti Zaidah. Nenek Khadijah dari pihak ibu bernama Halah binti Abdi Manaf. Abdu Manaf sendiri adalah kakek ketiga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, dari pihak ayah maupun ibu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khadijah radhiyallahu ‘anha memiliki hubungan kekerabatan yang deket.
Ayah Khadijah, Khuwailid terkenal sebagai lelaki yang cerdas, kaya, terhormat dan berakhlak mulia, jujur, dan terpercaya. Khadijah radhiyallahu ‘anha juga memiliki saudara sepupu bernama Waraqah ibnu naufal bin Asad, salah satu dari empat orang Arab yang menolak penyembahan berhala oleh kaum Quraisy.
Salah seorang dari meraka berkata, “kaum kita telah menyalahi agama Ibrahim ‘alaihissalam, leluhur mereka sendiri. Mereka menyembah batu yang tidak mendengar dan tidak melihat, yang tidak mendatangkan manfaat dan bahaya. Kita harus mencari agama yang benar.”
Empat orang ini kemudian pergi mencari jalan masing-masing. Mereka mencari hanifiyyah, agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Setelah pencarian sekian lama. Waraqah akhirnya memeluk agama Nashrani dan mempelajarinya. Ia pun kemudian dianggap sebagai salah satu dari sedikit orang yang paling mengetahui ajaran-ajaran agama nashrani pada masanya.
Karena pengaruh dari keluarganya inilah, sebelum Islam datang, Khadījah radhiyallauhu ‘anha telah terlebih dahulu menganut agama ḥanif (agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam) yang berpegang pada manhaj tauhid. Kualitas keimanannya tidak dapat diragukan lagi. Bahkan ketika masyarakat jahiliyyah disibukkan dengan aliran paganisme yang mereka anut, keimanan Khadījah radhiyallauhu ‘anha sama sekali tak terusik. Kemudian Islam datang, dan Khadījah radhiyallauhu ‘anha menjadi perempuan pertama yang menerima Islam.
Uraian singkat di atas menunjukkan bahwa Khadijah radhiyallahu ‘anhua merupakan bagian dari keluarga paling terhormat di suku Quraisy. Keluarganya terkenal dengan akhlak yang mulia dan sikap beragama yang jauh dari perbuatan mengumbar nafsu.
Khadijah radhiyallahu ‘anha lahir 15 tahun sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khadijah radhiyallahu ‘anha muda adalah seorang gadis yang cantik dan berperilaku baik. Suami pertamanya adalah Abu Halah an-Nabbasy ibnu Zurarah at-taymi. pernikahan ini berakhir ketika Abu Halah wafat meninggalkan dua anak laki-laki, Hindun dan Halah.
Khadijah kemudian menikah lagi dengan Athiq ibnu Aid al-Makhzumi. Dari suaminya yang kedua ini. Khadijah memiliki seorang anak perempuan yang lagi-lagi diberi nama Hindun.
Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita terhormat dan memiliki banyak harta. Banyak orang mengambil barang dagangannya untuk mereka dagangkan. Ketika ia mengetahui tentang kejujuran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keagungannya menjaga amanah dan kemuliaan akhlaknya. Ia lantas menawarkan pada beliau untuk membawa barang dagangannya ke Syam untuk diperdagangkan, dan ia memberinya barang dagangan yang lebih baik daripada pedagang-pedagang lainnya. Maka beliau pun menerima tawarannya dan berangkatlah beliau bersama pelayan Khadijah, Maisarah.
Mereka berdua tiba di Syam dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjual barang dagangan yang ia bawa dan membeli barang-barang yang beliau inginkan. Sekembalinya ke Mekah, Khadijah lalu menjual barang yang beliau hadirkan untuknya, sehingga hartanya menjadi dua kali lipat.
Dalam perjalanan itu, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperoleh banyak manfaat, belum lagi upah yang beliau terima. Sebab, beliau melewati Madinah yang menjadi tujuan hijrah dan pusat dakwah beliau kelak. Sebagaimana perjalanan beliau itu juga menjadi penyebab pernikahannya dengan Khadijah, setelah diceritakan oleh Maisarah tentang kemurahan hati, kejujuran, dan kemuliaan akhlak beliau.
Khadijah melihat ada keberkahan pada hartanya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia lalu mengabarkan tentang tabiatnya yang mulia dan ia menemukan kembali barang-barangnya yang sebelumnya hilang. Kemudian ia menceritakan isi hatinya kepala temannya, Nafisah binti Munabbih. Orang inilah yang kemudian pergi menemui beliau agar beliau mau menikahi Khadijah. Beliau pun menyetujuinya dan menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya. Mereka pun menyetujuinya. Lantas beliau pergi bersama pamannya, Hamzah bin ‘Abdul Muthalib, lalu ia melamar Khadijah untuk beliau, dan beliau pun menikahinya. Adapun maskawin yang beliau bawa adalah dua puluh ekor unta muda.
Khadijah adalah wanita pertama yang beliau nikahi. Beliau tidak menikah dengan wanita lainnya hingga Khadijah meninggal dunia. Semoga Allah meridhainya. Ia telah melahirkan dua anak laki-laki dan empat anak perempuan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua putra beliau itu adalah Al-Qasim (dengannya beliau diberi kunya Abul Qasim) dan ‘Abdullah yang diberi gelar Ath-Thahir, dan Ath-Thayyib. Al-Qasim meninggal setelah mencapai usia yang memungkinkannya bisa menaiki kendaraan. Sedangkan Abdullah meninggal ketika ia masih kecil, dan itu sebelum beliau diutus sebagai nabi. Adapun putri beliau, mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Mereka semua telah masuk islam dan ikut Hijrah ke Madinah dan berkeluarga. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Khadijah, umur beliau ketika itu 25 tahun, sedangkan umur Khadijah 40 tahun.
Gelar Ibunda Khadijah radhiyallahu’anha:
- Ath-Thahirah (Wanita Suci)
Khadijah radhiyallahu ‘anha merupakan seorang pedagang sukses yang memiliki gelimang harta. Ia juga menjadi pemuka kaum wanita dan konglomerat muda yang piawai bedagang mengelola hartanya. Banyaknya uang yang ia miliki tidak menjadikanya langsung berhubungan dengan kaum laki-laki atau terjun langsung di dunia perdagangan. Beliau sangat menjaga kehormatannya. Dengan demikian seluruh masyarakat arab menyebutnya dengan At-Thahirah yaitu wanita yang suci.
Khadijah radhiyallahu ‘anha juga merupakan sosok perempuan yang selalu menjaga dirinya. Beliau bukan tipe perempuan yang selalu ikut serta dalam berfoya-foya, berpesata dengan para kerabat yang berada didekat rumahnya.
- Sayyidatu Nisa’i Quraisy (Pemuka Wanita Quraisy)
Gelar tersebut diberikan tidak lain karena kesempurnaan sifatnya yang mulia. Mereka sepakat bahwa beliau memiliki akhlak-akhlak mulia yang tidak seorangpun menghalangi mereka untuk menyematkan gelar ini. Khadijah radhiyallahu ‘anha juga dikenal dengan kedermawanannya yang suka membantu kaum bawah, sering mencukupi kebutuhan fakir, miskin, dan tamu yang berkunjung.
Ia mendermakan hartanya tidak lain karena kemuliaan yang dimiliki olehnya.karena kedudukan, kemuliaan, akhlak dan kecerdasan Khadijah radhiyallahu ‘anha, menjadikan penduduk Mekah iri dengannya, sehingga mreka menjuluki Khadijah dengan gelar “Pemuka Wanita Quraisy”.
- Ummul Mukminin
Khadijah radhiyallahu ‘anha juga diberi gelar dalam Islam dengan Ummul Mukminin. Gelar ini tidak akan pernah dicapai oleh wanita manapun, hanya wanita yang khusus saja yang berhak mendapatkannya. Karena tidak semua wanita mampu menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri yang lain. Meskipun kecantikannya menarik hatimu. Kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah maha mengawasi segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab:52).
Berdasarkan penejelasan ayat diatas maka tidak semua wanita yang diberi gelar dengan Ummul Mukminin, hanya mereka yang diberi anugrah khusus dari Allah Ta’ala yang mendapat gelar tersebut. Siapa saja yang menyandang gelar ini akan mendapatkan martabat yang tinggi dan mulia, menempatkannya pada posisi yang tinggi dan selalu didoakan oleh kaum muslimin sepanjang masa untuk dimintakan kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’ala.
Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha, beliau juga turut serta termasuk seseorang yang menyandang gelar Ummul Mukminin bersama istri-istri Rasulullah yang lainnya. Bahkan beliau lebih dulu mendapatkannya.
- Sayyidatu Nisa’ il ‘alamin (Pemuka Wanita Seluruh Dunia)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “sebaik-baik perempuan (pada zamannya) adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita (pada umat ini) adalah Khadijah binti Khuwailid”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Keutamaan Khadijah Binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha:
1.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “sebaik-baik perempuan (pada zamannya) adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita (pada umat ini) adalah Khadijah binti Khuwailid”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan;
“Ketika Rasulullah menyebut-nyebut kebaikan Khadijah, timbullah kecemburuan di hati Aisyah. Aisyah menceritakan, “Apabila Nabi Shallallahu’alaihiwasallam mengingat Khodijah, beliau selalu memujinya dengan pujian yang bagus. Maka pada suatu hari saya merasa cemburu hingga saya berkata kepada beliau; ‘Alangkah sering engkau mengingat wanita yang ujung bibirnya telah memerah, padahal Allah telah menggantikan untuk engkau yang lebih baik darinya. Serta merta Rasulullah bersabda: “Allah AzzaWaJalla tidak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku, dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku, dan Allah AzzaWaJalla telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tidak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain.” (HR. Ahmad)
3. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi, kecuali dengan Khadijah walaupun saya belum pernah bertemu dengannya.”
Aisyah berkata, ‘Kalau Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam memotong kambing, beliau selalu berkata, “Berikan sebagian kepada teman-teman Khadijah”, Suatu hari saya membuat beliau marah karena saya berkata, “Khadijah?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah dikaruniai cintanya.”
An-Nawawi Rahimahullahu berkata, “Kata beliau ‘Aku telah dikaruniai cintanya’, terdapat isyarat bahwa cintanya itu adalah sebuah anugerah yang didapat.”
4. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Pada suatu ketika Jibril pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Ia datang kepada engkau dengan membawa wadah berisi lauk pauk, atau makanan atau minuman.’ ‘Apabila ia datang kepada engkau, maka sampaikanlah salam dari Allah dan dariku kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya.’” (HR. Bukhari)
Khadijah Radhiyallahu ‘anha adalah orang yang beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala manusia kafir padanya. Dia yang mempercayainya tatkala manusia mengingkarinya dan mengucurkan hartanya tatkala manusia tidak mau memberikan hartanya dan dialah istrinya yang melahirkan anak-anak untuknya.
Ibnu Hajar Rahimahullahu berkata, ‘Yang menjadikan dia mulia adalah karena dia wanita pertama yang beriman. Dengan demikian, dia telah membuat sunnah yang baik yang pahalanya akan mengalir kepadanya sebagai amal jariyah, dan Abu Bakar dalam hal ini menjadi pelaku sunnah yang baik dari kalangan laki-laki dan tidak ada yang bisa mengukur nilai pahala kebaikan itu, kecuali Allah Azza wa jalla.
Hikmah (Pelajaran) yang bisa diambil:
1.Sebelum islam datang Khadijah mengikuti agama yang hanif, tidak terkibat dalam penyembahan berhala dan ritual-ritualnya. Hal ini yang menjadikan Khadijah radhiyallahu ‘anha mudah menerima kebenaran. Karena jiwanya yang jauh dari kesyirikan dan penyakit hati maka ketika Rasulullah membawa risalah islam Khadijah menjadi orang pertama dan wanita yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan memberikan segenap jiwa, raga dan hartanya untuk membela dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagai orangtua ini menjadikan pelajaran tersendiri agar kita menjaga anak-anak kita dari sesuatu yang merusak fitrah tauhidnya, terutama dari sisi pendidikan yang kita ajarkan kepada mereka. Bahkan dalam hal permainan dan tontonan juga kita harus berhati-hati. Karena kebersihan jiwa anak kita akan berpengaruh pada mudahnya mereka menerima kebenaran dan ilmu-ilmu Allah yang diajarkan. Karena dosa dan kemaksiatan akan menjadi sebab terhalangnya cahaya masuk dalam diri seseorang.
2. Berbagai hadits shahih yang meriwayatkan keutamaan Khadijah merupakan bukti kemuliaan dan ketinggian kedudukannya dalam pandangan Allah, Rasul-Nya dan manusia. Beliau mendapat julukan al ‘afifah ath-thahirah (yang menjaga kesucian diri dan kesucian jiwa). Kesucian diri yang tidak terbatas pada nilai fisik tapi juga jiwanya.
Seorang perempuan muslimah paham akan pentingnya menjaga diri, paham akan pentingnya memiliki rasa malu yang tinggi.
Alangkah lebih baiknya untuk menerapkan bahwa hidup adalah tentang penilaian Allah, bukan tentang penilaian makhluk-Nya, bukan untuk berlomba-lomba mencari perhatian kepada makhluk-Nya, akan tetapi hidup adalah untuk Allah, berusaha untuk menaati segala yang Allah perintahkan, karena di dalam perintah tersebut ada kebaikan untuk diri sendiri.
Pentingnya bagi wanita muslimah untuk menjaga izzah dan iffah.
‘Izzah merupakan kemuliaan, kehormatan dan kekuatan. Mereka yang memiliki ‘izzah itu bersumber dari Allah Rabbul ‘Alamiin. Karena pada dasarnya, hanya Allah lah yang sebenar-benarnya pemilik ‘izzah, menamai dirinya ‘Al-Aziz’ (Maha Mulia, Maha Perkasa). ‘Izzah diberikan kepada makhluk-Nya sesuai pendekatannya kepada Rabbnya. Semakin dekat dengan Allah, maka manusia semakin memiliki ‘izzah. Makhluk yang paling dekat dengan Allah adalah para Rasul kemudian orang-orang mukmin.
“’Izzah itu milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.” (QS Al-Munafiqun 63:8)
Sedangkan ‘iffah adalah menahan. ‘Iffah secara istilah artinya menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian, seorang yang ‘afif adalah yang menjauhkan diri dari perkara-perkara yang diharamkan Allah walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut.
‘Izzah dan ‘iffah adalah akhlak tinggi dan mulia yang dicintai oleh Allah. Bahkan akhlak ini merupakan sifat hamba-hamba Allah yang shalih, senantiasa memuji keagungan Allah, takut pada siksa serta murka Allah dan selalu mencari keridhoan pahala-Nya.
Izzah adalah kehormatan sebagai seorang muslimah, sedangkan iffah adalah bagaimana seorang muslimah dapat menjaga kesucian dirinya dengan menjadikan malu sebagai pakaian mereka. Malu adalah sebagian dari iman dan malu adalah akhlak islam. Penting bagi muslim dan muslimah untuk memiliki rasa malu karena dengan malu itulah lebih terjaga izzah dan iffahnya.
3. Bukan aib bagi seorang wanita shalihah untuk mengungkapkan keinginannya menikah dengan seorang lelaki yang dipandangnya shalih. Itulah yang dilakukan oleh Khadijah ketika meminang Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam agar bersedia menikahinya, sebab keinginan itu demi kebaikan beliau.
4. Amanah dan kejujuran adalah sifat terpenting bagi pedagang yang sukses. Sifat amanah dan kejujuran dalam berdagang dalam kepribadian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itulah yang menarik Khadijah untuk memberikan barang dagangannya untuk diperdagangkan beliau ke syam. Maka Allah memberkahi dalam perdagangannya, dan Allah membuka baginya pintu-pintu kebaikan yang sesuai dengan kemuliaan orang mulia.
Berdagang adalah salah satu sumber mata pencaharian yang telah diatur oleh Allah untuk Rasul-Nya sebelum mendapat risalah. Nabi telah menjelaskan bahwa pedagang yang jujur dan dipercaya dalam agama ini akan dikumpulkan bersama orang-orang shiddiq, para syuhada dan para Nabi.
5. Pernikahan Nabi dengan Khadijah adalah atas takdir Allah Azza wa jalla. Allah telah memilih bagi Nabi-Nya seorang istri yang sesuai dengannya, yang menolongnya, yang meringankannya, mebantunya membawa risalah, serta menghapus kesedihannya.
Syaikh Muhammad al Ghazali rahimahullahu berkata, “Khadijah adalah teladan bagi perempuan yang melengkapi kehidupan lelaki yang agung. Sesungguhnya para pembawa risalah mereka membawa hati yang sangat sensitive. Dan melemparkan kekeliruan yang mereka hendak mewajibkannya. Mereka sangat membutuhkan orang yang memperhatikan kehidupan mereka, khususnya dengan sikap ramah dan menghibur. Dan Khadijah telah memiliki pengaruh mulia dalam kehidupan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka pantaslah keluar kalimat indah dari Rasulullah tentang ibunda Khadijah “ Aku telah dikaruniai cintanya”.
Mari kita muhasabah diri kita, sampai dimana diri kita. Sampai dimana posisi kita saat ini sebagai seorang istri. Apakah kita sudah beriikhtiar menjadi sebagaimana bunda Khadijah sehingga sampai-sampai Rasulullah merasakan betul cinta dari ibunda Khadijah dengan besarnya bakti dan pengorbanannya. Lalu sampai dimana engkau wahai diri?
6. Bertemunya seorang perempuan terhormat yang senantiasa terpelihara kesuciannya dengan seorang lelaki yang jujur terpercaya dalam pernikahan agung seperti inilah yang akan melahirkan keturunan shalih dan shalihah. Sesungguhnya Allah memuliakan Rasul-Nyadengan pernikahan sepertiini agar beliau mendapatkan tempat yang layak dan terhormat di tengah-tengah masyarakatnya.
7. Allah menjanjikan kepada Khadijah rumah di surga yang terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya. Ini adalah balasan bagi Ibunda Khadijah radiyallahu ‘anha atas segala bakti dan pengorbanannya.
Ada kaidah dalam ilmu fiqih :
“Amalannya semakin sulit dan banyak, semakin besar pahala.”
Kaedah fiqih di atas sangat bermanfaat bagi yang ingin mengetahui keutamaan amalan yang satu dibanding lainnya. Dalam kaedah yang dibawakan oleh As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa An-Nazhair disebutkan,
مَا كَانَ أَكْثَرُ فِعْلاً كَانَ أَكْثَرُ فَضْلاً
“Amalan yang lebih banyak pengorbanan, lebih banyak keutamaan.”
Imam Az-Zarkasi berkata dalam Al-Mantsur,
العَمَلُ كُلَّمَا كَثُرَ وَشَقَّ كَانَ أَفْضَلُ مِمَّا لَيْسَ كَذَلِكَ
“Amalan yang semakin banyak dan sulit, lebih afdhal daripada amalan yang tidak seperti itu.”
Dasar kaedah di atas disimpulkan dari hadits ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَكِنَّهَا عَلَى قَدْرِ نَصَبِكِ
“Akan tetapi, pahalanya tergantung pada usaha yang dikorbankan.” (HR. Muslim).
Pahalamu tergantung seberapa besar lelahmu, ini yang perlu kita ingat ketika menjalankan peran sebagai istri atau sebagai seorang ibu. Atau apa pun peran kehidupan kita di dunia. Dunia memang tempat kita berlelah-lelah karena kelak tempat istirahat terbaik kita adalah di surga Allah Ta’ala. Teruslah beramal hingga sampai Allah Ridho dan berkata kepada kita kelak..Masuklah engkau wahai hambaku ke dalam surgaKu..Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
والله أعلمُ بالـصـواب