Meneladani Kisah Aminah binti Wahab, Ibunda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Bismillahirahmanirrahim….

Ia adalah ibunda Nabi shallahualaihi wasallam. Nama lengkapnya Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab bin Murrat bin Ka’ab bin Lu’ayyi bin Gholib.

Al-Qarmani mengatakan, “Allah Ta’ala menganugerahi Aminah kecantikan dan kesempurnaan hingga ia disebut sebagai wanita yang sangat bijaksana oleh kaumnya. Ia fasih dan lancar dalam berbicara.”

‘Abdul Muthalib memilihkan untuk ‘Abdullah seorang gadis terhormat di kalangan Quraisy, baik dalam hal nasab maupun martabatnya. Ayahnya adalah pemuka Bani Zahrah. ‘Abdullah pun menikahi Aminah, dan tinggal bersamanya di Makkah.

Wanita yang keagungannya tidak tertandingi oleh wanita-wanita Arab lainnya ini wafat saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 6 tahun. Jenazahnya dimakamkan di daerah Abwa.

Yakut dalam kitabnya Mu’jam al-Yaqut mengatakan: “Latar belakang kenapa jenazah Aminah dimakamkan di daerah Abwa’ ini bisa dimulai dari cerita keberangkatan Abdullah, ayahanda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah untuk berdagang kurma, dan ia meninggal dunia di sana. Aminah istrinya sering pergi ke Madinah untuk berziarah ke kuburnya. Pada suatu hari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berusia enam tahun, ia membawa putranya itu ikut pergi ke Madinah, diajak berziarah ke makam ayahandanya. Ia ditemani oleh Abdul Muthalib kakeknya Rasulullah dan Ummu aiman, wanita yang mengasuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi dalam perjalanan pulang ke Mekah, Aminah menginggal dunia di daerah Abwa’. Ini terjadi di tahun 45 sebelum hijrah.

Semasa hidupnya Aminah dikenal sebagai seorang penyair wanita Arab yang cukup menonjol. Salah satu syairnya ia bacakan waktu ia dalam keadaan kritis, sambil memandang anaknya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang masih enam tahun itu bermain-main di sampingnya. Ia merasa sangat sedih dan terharu karena harus meninggalkan putranya dalam keadaan yatim piatu, tanpa ayah dan ibu. Tetapi di balik itu ia merasa bangga atas kemuliaan yang akan diperoleh putranya di tengah-tengah kaumnya, bahkan dia tengah-tengah seluruh alam semesta. Inilah syair yang dibacakannya,

“Semoga Allah memberikan berkah padamu wahai putra orang yang selamat dari lingkaran bahaya berkat pertolongan Tuhan Yang Mahakuasa lagi Maha Mengatahui,

Aku mau menebus dengan seratus ekor unta yang gemuk jika apa yang aku lihat dalam mimpiku benar

Kamu akan diutus ke segenap umat manusia

Kamu diutus di tanah halal dan di tanah haran

Kamu diutus dengan membawa ajaran Tauhid dan Islam, agama moyangmu Ibrahim yang berbakti

Allah melarangmu dari menyembah patung-patung berhala supaya kamu tidak seperti kaum-kaum sesat itu.”

Kemudian ia berkata, “Setiap yang hidup pasti akan matu, setiap yang baru pasti akan rusak, dan setiap yang besar pasti akan fana. Jasadku boleh mati, namun kenanganku akan tetap abadi.”

Aminah Mengandung

Aminah binti Wahab ditinggal oleh suaminya, Abdullah, saat sedang mengandung Muhammad. Abdullah meninggalkan warisan lima ekor unta, sekumpulan kambing, seorang budak wanita dari Habasyah bernama Barakah. Julukannya Ummu Aiman. Dialah wanita yang menjadi pengasuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Selama hamil, ia tidak merasa sakit dan tidak kelelahan. “Aku tidak merasa sedang hamil, tidak pula merasa lelah seperti biasa dialami wanita hamil. Hanya, aku heran mengapa haidku berhenti.” kata Aminah. (Ibnu Jauzi)

Di hari Senin, saat Aminah sedang tengah sadar, seseorang mendatanginya dan bertanya, “Apakah engkau merasa sedang hamil?”

“Aku tidak tahu,” jawab Aminah.

“Engkau sedang mengandung bayi yang kelak akan menjadi pemimpin dan nabi bagi umat ini,” kata orang itu. Hal ini membuat Aminah yakin bahwa dirinya sedang hamil.

Ibnu Hisyam menuturkan, ketika Aminah binti Wahab hamil, seseorang mendatanginya dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya, engkau mengandung bayi yang kelak menjadi pemimpin umat. Apabila bayimu lahir ucapkanlah, “Aku memohonkan perlindungan baginya kepada Yang Maha Esa dari kejahatan setiap pendengki”, dan namailah dia Muhammad.”

“Saat aku mengandung Muhammad, sebuah cahaya keluar dari dalam diriku yang menyinari istana Basra di Syam,” kata Aminah.

Kelahiran Rasulullah

Rasulullah lahir pada hari senin, dua belas Rabiul Awal, tahun Gajah. Dari Qiss bin Makhramah, ia berkata, ” Aku dan Rasulullah dilahirkan pada tahun gajah sehingga kami adalah dua orang yang sebaya.”

Dari Hasan bin Tasabit, ia berkata, “Demi Allah, kala itu aku adalah pemuda yang kuat, berumur tujuh atau delapan tahun. Aku mampu memahami semua yang kudengar. Saat di Yatsrib, tiba-tiba aku mendengar orang Yahudi di atas kudanya berseru dengan lantang. ‘Wahai sekalian orang Yahudi!’ Setelah berkumpul, orang-orang Yahudi itu bertanya kepadanya, ‘Celaka kamu! Apa yang terjadi dengan dirimu?’ Ia menjawab, ‘Pada malam ini, bintang Ahmad yang menjadi tanda kelahirannya sudah muncul.”

Tatkala melahirkan Nabi, ibunda beliau segera mengirim utusan untuk menemui kakek anaknya, yakni Abdul Muthalib untuk menyampaiman pesan, “Anakmu sudah lahir, datangkah segera dan lihatlah ia!” Abdul Muthalib pun segera datang. Kepada mertuanya, Aminah menceritakan mimpinya saat mengandung putranya, perkataan orang-orang tentang bayinya itu, serta saran-saran yang diterimanya terkait pemberian nama untuk bayi itu.

Para ahli sejarah mengkalim bahwa Abdul Muthalib pergi membawa cucunya yang masih bayi itu, lalu masuk ke dalam Kakbah. Abdul Muthalib berdiri dan berdoa kepada Allah, bersyukur kepadaNya atas karunia-Nya kepada dirinya. Kemudian Abdul Muthalib keluar dengan menggendong cucunya yang masih bayi itu menemui ibundanya, lalu menyeragkan kepadanya. Abdul Muthalib segera mencari ibu susu untuk Rasulullah.

Hikmah Kisah

  1. Nasab Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Nabi adalah orang yang paling mulia nasabnya baik dari sisi sang ayah atau pun dari ibundanya Aminah binti Wahab. Keduanya berasal dari nasab yang tinggi dan mulia. Kemuliaan nasab itu masih mempunyai kedudukan di hati banyak orang. Sebab, orang yang mempunyai nasab yang tinggi itu tidak dipungkiri oleh sumbernya, baik kenabian atau kerajaan.

Dan ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam disiapkan untuk menerima risalah kenabian, Allah subhanahu wata’ala menyiapkan baginya kemuliaan nasab, agar menjadi media baginya menghadapi kerumunan orang banyak disekitarnya. Nasab atau garis keturunan seringkali menentukan kesuksesan seorang da’i. Dengan nasab yang bagus, masyarakat akan mendengarkan apa yang disampaikannya. Dalam struktur masyarakat Jahiliyah nasab sangat penting. Tak heran jika penguasa Romawi, Kaisar Heraklius, bertanya kepada Abu Sufyan, “Bagaimana nasab Muhammad di kalangan masyarakatmu?” Islam tidak menempatkan nasab sebagai faktir utama. Namun, gerbang kesuksesan dan derajat kemuliaan akan lebih mudah diraih jika seorang da’i memiliki dua hal, nasab yang bagus dan amal perbuatan yang baik.

2. Rasulullah dibesarkan tanpa ayah agar Allah lansung yang mendidiknya. Allah yang akan mengurusnya dengan kebijaksanaan-Nya, rahmat-Nya, dan didikan-Nya, dan mempersiapkannya untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

3. Lahirnya peradaban dari seorang ibu. Ibunda Aminah dengan kemuliaan diri dan nasabnya melahirkan cahaya dan merubah peradaban yang gelap menuju peradaban yang bercahaya. Maka tugas bagi para ibu adalah bukan hanya sekedar melahirkan seorang anak namun juga peradaban, ibu yang melahirkan cahaya dari rahimnya.

PR kita sebagai ibu, melahirkan cahaya pada diri anak kita, dan yang mampu memberikan cahaya pada diri anak kita hanya Allah, sehingga ikhtiar-ikhtiar yang harus dilakukan orangtua terutama ibu harus tetap pada jalan yang diridhoi Allah. Salah satunya dengan meneguhkan (mengokohkan) keimanan dan takwakkal kita kepada Allah. Sebab keduanya menimbkan pancaran cahaya pada diri seorang mukmin. Walau pun ia tidak bercakap sepatah pun, cahaya iman telah memancar dari dirinya yang menimbulkan pengaruh pada lingkungan dan keluarganya.

Cahaya yang lahir dari seorang ibu menjadi kembaran sang anak, berati ia berasal dari tempat yang sama dari sang anak lahir yaitu dari rahim sang ibu. Jadi semua diawali dari ibu untuk memunxulkan cahaya pada diri anak. Rahim yang baik anak melahirkan anak yang baik dan rahim yang rusak adakn sulit melahirkan anak yang baik dan berpotensi melahirkan anak yang rusak pula.

Baik disini bukan dalam sekedar fisik saja, tapi lebih dari itu. Rahim yang baik dimiliki oleh wanita shalihah, wanita yang teguh keimanannya, membentengi diri dari kesyirikan, yang penuh kehati-hatian (wara’) dan terutama dalam perkara halal dan haram yang akan mempengaruhi kualitas rahim sang ibu.

Ia yang lehirkan cahaya juga adalah wanita yang cerdas. Cerdas hatinya, sikapnya dan akalnya. Wanita yang mencintai ilmu, karena ilmu merupakan cahaya bagi kebodohan (kegelapan). Bukankah jika kita baca kisah ibunda Aminah tadi kita dapai bahwa beliau adalah wanita yang cerdas dan fasih lisannya. Begitu pula jika kita baca ibunda Imam Syafi’I, ibunda Muhammad al Fatih, Ibunda Shalahuddin al ayyubi, dst. Mereka semua adalah wanita-wanita yang cerdas yang melahirkan generasi bercahaya.

4. Bukan hanya rahim yang bercahaya tapi kita juga harus melahirkan cahaya. Anak kita harus menjadi cahaya. Kejahiliyaan adalah kegelapan. Maka generasi kita jika tidak bercahaya maka bagaimana mereka aka menghilangkan kegelapan?.
Maka, masukkan semua cahaya ke dalam diri anak kita. Kita cari dalam Al-Qur’an apa saja yang disebut cahaya, kemudian dekatkan anak-anak kita dengan sumber cahaya itu. Lalu masukkan cahaya itu dalam diri mereka (Akal, fisik dan hati), karena cahaya itulah yang akan digunakan oleh anak-anak kita untuk menerangi zamannya.

Misal di Al-Qur’an surat An-Nur ayat 35, disebutkan dalam ayat tersebut bahwa Allah adalah cahaya langit dan bumi. Maka dalam generasi kita Allah itu harus benar-benar bersemayam dalam diri, hati dan akal mereka. Kemudian di ayat selanjutnya disbeutkan bahwa cahaya Allah itu adalah di Masjid, maka jika ingin mencari cahaya Allah carilah di masjid. Sehingga generasi kita harus cinta dengan masjid, hati-hati mereka terpaut dan sennatiasa merindukan masjid. Sholat juga disebut sebagai cahaya dalam Al-Qur’an, dan seterusnya terus kita galih dlaam Al-Qur’an apa saja cahaya itu agar kita tahu dan faham apa saja cahaya yang harus kita masukkan dalam diri anak kita.

Didik anak kita agar bercahaya dan bisa membagikan cahayanya.

Allahu a’lam…

Ambi ummu salman

Sumber :

1. Wanita-wanita Sekitar Rasulullah, Umar Ahmad ar-Rawi, Akbar

2. Sirah Nabawiyah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Insan Kamil

3. The Great Story of Muhammad, Maghfirah

4. Sentuhan Parenting, Budi Ashari,Lc, Pustaka Nabawiyah

2 Comments

  1. Fitria sulastri June 24, 2020
    • Ambi ummu salman July 5, 2020

Add Comment