Kisah Putri Sa’id bin Al-Musayyib

Bismillahirrahmanirrahim…

Sebagaimana wanita muslimah yang memasuki ranah sejarah melalui pintu kesabaran dan keimanan serta jihad, maka sejarah pun telah menuliskan untuk kita banyak kisah dari para wanita muslimah yang masuk melalui pintu ilmu, mereka adalah para wanita ahli ilmu yang megamalkan ilmunya dengan benar sehingga ketenaran mereka pun sampai ke seluruh penjuru dunia. Salah seorang dari mereka adalah putri Sa’in bin Al-Musayyib, Istri Abu Wada’ah. Pernikahannya pun menorehkan kisah dalam sejarah yang disebutkan dalam biografi ayahnya, Sa’id bin Al-Musayyib.

Ketika Abdul Malik bin Marwan menjabat sebagai khalifah, dia meminang putri Sa’id bin Al-Musayyib untuk putranya, Al-Walid bin Abdul Malik, namun Sa’id menolak untuk menikahkan Al-Walid dengan putrinya. Abu Wada’ah mengatakan, “Aku adalah orang yang selalu menghadiri halaqah Sa’id bin Al-Musayyib, lalu selama beberapa hari dia tidak melihatku di majelisnya, kemudian ketika aku datang dia pun bertanya, ‘Dari mana saja engkau?’ Aku menjawab, ‘Istriku meninggal dunia, sehingga aku pun sibuk mengurusi jenazahnya.’

Dia bertanya lagi, ‘Lalu mengapa engkau tidak memebritahu kami, sehingga kami pun bisa ikut menyalatkan jenazahnya?’ Kemudian ketika aku hendak bediri meninggalkan majelisnya, dia berkata, ‘Apakah engkau sudah berpikir menikahi wanita lain selain istrimu?’ Aku menjawab, ‘Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu. Siapakah yang mau menikahkan putrinya denganku, sedangkan aku tidak punya apapun selain uang dua atau tiga dirham saja?’ Lalu dia berkata, ‘Jika aku yang melakukannya, apakah engkau mau?’ Aku menjawab, ‘Ya.’

Maka dia pun memuji Allah subhanahu wa ta’ala, bershalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menikahkanku dengan mahar dua dirham. Kemudian Sa’id mengantarkan putrinya ke rumahku dan berkata kepadaku, ‘Aku tahu, engkau adalah laki-laki yang sedang membujang dan kini engkau telah menikah, maka aku tidak suka jika malam ini engkau bermalam sendirian, dan aku mengantarkan istrimu.’

Kemudian dia menyuruh putrinya untuk masuk, lalu wanita itu berjalan dan hampir terjatuh karena malu. Maka aku pun lansung naik ke atas atap rumah yang datar (suthuh) dan memanggil para tetangga. Lalu mereka pun berdatangan kepadaku seraya bertanya, ‘Ada apa denganmu?’ Aku menjawab, Sa’id bin Al-Musayyib telah menikahkanku dengan putrinya, dan dia telah datang ke sini tanpa memberi kabar terlebih dahulu, dan sekarang dia ada di dalam rumah. Maka temanilah dia, dan sampaikanlah berita ini kepada ibuku.’

Lalu ibuku datang dan berkata, ‘Wajahku haram bagi wajahmu jika engkau menyentuhnya sebelum aku memperindah dirinya selama tiga hari.’ Maka aku pun menyerahkannya kepada ibuku selama tiga hari, kemudian setelah itu aku mendatanginya.

Kemudian dikisahkan, keesokan harinya, Abu Wada’ah hendak keluar, maka istrinya bertanya, ‘Kemana engkau akan pergi?’ Abu Wada’ah menjawab, ‘Ke majelis Sa’id untuk mempelajari ilmu.’ Lalu istrinya berkata, ‘Duduklah, aku akan mengajarkan kepadamu ilmunya Sa’id.’

Dia pun mendapatkan banyak ilmu dari istrinya, dan dia berkata tentang istrinya, ‘Aku mendapatinya sebagai wanita yang paling cantik, paling hafal kitab Allah subhanahu wa ta’ala, paling tahu tentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan paling mengerti tentang hak seorang suami.

Perhatikanlah wanita itu, wahai saudariku! Supaya engkau dapat melihat kepribadiannya dengan jelas dari sela-sela kisah ini yang digambarkan oleh sejarah untuk kita. Dia adalah seorang putri yang berilmu dari seorang ulama terbaik pada zamannya. Dia bersikap zuhud terhadap kekuasaan sehingga dia menolak pinangan khalifah kaum muslimin pada saat itu.

Kemudian dia menikah dengan seorang laki-laki pembelajar yang fakir, akan tetapi dia memahami bahwa kebahagiaan tidak terletak pada harta, melainkan pada keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.

Sebagaimana dia pun seorang putri yang berbakti kepada ayahnya, dan taat kepadanya serta tidak medurhakainya dalam kebaikan. Bagaimana mungkin dia mendurhakai ayahnya, sedangkan dia telah menimba ilmu darinya dan mereguknya lansung dari sumber ilmu yang jernih. Dia juga seorang wanita berilmu yang mengamalkan ilmunya dengan benar, dia telah mempelajari kezuhudan dan mempraktekkannya dalam gambaran yang sangat menakjubkkan, kezuhudan yang membuatnya lebih memilih pernikahan dengan mahar dua dirham dengan seorang lelaki pembelajar yang fakir dalam hal harta, akan tetapi kaya raya dalam hal keilmuan dan keutaman serta akhlak.

Apabila kita memerhatikan kepribadiannya dengan sangat jelas, maka kita pun akan menemukan bahwa dia adalah seorang wanita berjiwa pengajar. Ilmunya tidak dia gunakan untuk dirinya sendiri saja, akan tetapi dia pun menyebarkannya untuk orang lain, dan itulah yang membuatnya mengajari suaminya dan berkata kepadanya, “Duduklah, aku akan mengajarkan kepadamu ilmunya Sa’id.” Perkataan itu menjadi bukti atas kecintaannya dalam hal mengajarkan ilmu, dan bahwasanya dia adalah seorang wanita ahli ilmu yang zuhud.

Lalu di manakah para wanita muslimah masa kini dalam menuntut ilmu? Apakah kita senantiasa menggali ilmu Al-Qur’an atau sunnah? Akan tetapi, mayoritas kaum wanita masa kini lebih suka mempelajari bagaimana cara menghidangkan bermacam-macam makanan, dan meninggalkan hafalan kitab Allah atau tidak mau memperdalam ilmu agamanya yang akan Allah jadikan wasilah untuk kemuliaan agamanya. Lalu apakah wanita muslimah masa kini memiliki kesempatan untuk bergabung dengan kafilah para ulama dan para wanita muslimah yang berilmu? Maka ingatlah firman-Nya ini:

ا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Mujadalah: 11)

 

Allahu a’alam…

Ditulis oleh Ambi ummu salman

Sumber: 66 Muslimah Pengukir Sejarah, Ummu Isra’ binti Arafah, Aqwam.

Add Comment