Kisah Ibunda Imam Sufyan ats-Tsauri

Bismillahirrahmanirrahim…

Siapakah diantara kita yang tidak pernah mendengar nama Imam Sufyan ats- Tsauri? Siapakah yang tidak mengenal sosok besar Sufyan Ats- Tsauri? Dialah Amirul mukminin dalam ilmu hadits di zamannya. Dialah tokoh panutan dan ulama teladan dari Kufah. Ibnu Mubarak mengatakan, “Aku tidak mengetahui di permukaan bumi ini ada yang lebih berilmu daripada Sufyan.”

Sosok besar Imam Sufyan ats-Tsauri adalah hasil didikan dari ibundanya. Seorang Ulama yang bernama Syeikh Mahmud al Mishri mengatakan, “Tidak akan pernah menjadi seorang Sufyan ats-Tsauri seperti yang sekarang kecuali buah dari didikan seorang ibu yang shalih. Dan tercatat kisah keshalihahan dan keutamaan ibunda sufyan ats-tsauri ini dalam tarikh dan kita dapat mempelajari dan mendapat banyak faedah darinya walaupun kita tidak dikenalkan siapa nama beliau.”

Para ulama sepakat bahwa ibunda Sufyan ats-Tsauri adalah wanita yang shalih, taat, ahli ibadah dan beliau termasuk wanita yang zuhud. Kisah ibunda sufyan ats-tsauri hanya berupa penggalan-penggalan percakapan bersama anaknya. Namun dari yang sedikit itu kita akan mendapatkan banyak faedah dalam mendidik anak kita.

Dikisahkan ketika imam Sufyan at-Tsauri menginjak usia dewasa jiwanya mulai mengalami futur dalam sisi hartanya karena dalam dirinya beliau memiliki ghiroh yang sangat besar dalam menuntut ilmu, beliau adalah orang yang cerdas dan memiliki semangat namun beliau futur dari sisi harta karena beliau bukan berasal dari kalangan yang berada. Maka Imam Sufyan ats-Tsauri pun memanjatkan doa kepada Allah, “Ya Allah sesungguhnya hamba ini adalah orang yang sangat mencintai ilmu tapi hamba merasakan ilmu itu datang dan pergi. Ya Allah cukupkanlah harta untuk membiayai saya dalam menuntut ilmu.”

Imam Sufyan ats-Tsauri merasakan demikian karena kekurangannya dalam harta, sehingga beliau menjadi tidak fokus dalam menuntut ilmu, sehingga karena kecintaannya terhadap ilmu beliau mengadukan kesulitannya kepada Allah Ta’ala. Dan bagaimana cara Allah menjawab doa beliau ini? Allah memberikan kepada beliau Ibunda yang shalih dan siap mencukupi semua kebutuhan anaknya dalam menuntut ilmu.

Dan Allah pun menjawab doa imam Sufyan ats-Tsauri dengan memberikan kepada beliau seorang ibu yang shalih, maka saat itu pula ibunda sufyan ats-tsauri berkata,

“يا بني، اطلب العلم وأنا أكفيك من مغزلي. يا بني، إذا كتبت عشرة أحاديث -وفي رواية: عشرة أحرف- فانظر هل ترى في نفسك زيادة في مشيك وحلمك ووقارك؟ فإن لم تَرَ ذلك فاعلم أنه يضرك ولا ينفعك” (تاريخ جرجان للسهمي؛ ص: [449-450]، الترجمة رَقْم: [997]، وصفة الصفوة

Wahai putraku, tuntutlah ilmu, dan aku siap membiayaimu dari pintalanku. Wahai putraku, jika engkau telah menulis 10 kalimat, maka perhatikanlah; apakah engkau bertambah takut, sabar, dan sopan? Jika tidak demikian, maka ketahuilah bahwa semua kalimat tadi akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu. (Tariikh Jurjani, 449-450 dan Shifatush Shafwah).

Nasehat Ummu Sufyan di atas memiliki banyak faedah bagi kita sebagai orangtua terutama dalam menjalani peran kita sebagai ibu.

Pertama, Ummu Sufyan menggunakan panggilan yang lembut kepada anaknya dengan kata, ya bunayya (wahai anakku), ummu sufyan tidak memanggil nama anaknya namun melembutkan panggilannya dengan kata ya bunayya (wahai anakku) hal ini menunjukkan betapa lembut cara beliau mendidik anaknya termasuk dalam memilih kata dalam memanggil puteranya. Ini pun yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau senantiasa memanggil anak-anak dan menasehati dengan panggilan yang lembut sebagaimana dikisahkan dalam sebuah hadist. Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ

“Wahai Ghulam, sebutlah nama Allah (bacalah “bismillah”), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, sebagai ibu kita bisa meneladani Rasulullah uswatun hasanah bagaimana Rasulullah bermuamalah dengan anak-anak dan sebagaimana pula yang dilakukan oleh ummu sufyan. Kita harus membiasakan untuk memberi panggilan terbaik kepada anak saat memanggilnya dan berbicara dengan penuh kesabaran serta kelembutan kepada anak kita.

Kemudian selanjutnya, Ibunda Sufyan ats-Tsauri memahami bahwa beliau memiliki anak yang pintar sehingga ibunya tidak segan mendukung anaknya. Beliau mengorbankan dirinya, waktunya dan hartanya untuk mendukung anaknya dalam menuntut ilmu. Ibundanya rela membanting tulang mencari uang agar Sufyan Ats Sauri dapat menuntut ilmu dengan baik, karena ayah dari sufyan ats-tsauri telah meninggal dunia sehingga ibunya yang mencukupi kebutuhannya.

Nasehat dari Ummu Sufyan kepada putranya menunjukkan bahwa Ummu Sufyan adalah orang yang berilmu. Beliau faham betapa tingginya harga sebuah ilmu. Ibunya faham bahwa ilmu itu harus didatangi dan itu membutuhkan materi (harta) yang tidak sedikit sehingga ummu sufyan rela bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan puteranya dalam memuntut ilmu. Sebagaimana nasehat Imam Syfai’i kepada para muridnya, “Saudaraku, kalian tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara. Akan aku kabarkan keenam perkara itu kepadamu secara terperinci, yaitu kecerdasan, semangat, kesungguhan, bekal harta, duduk di majelis bersama guru, dan waktu yang lama.”

Hal lain yang menunjukkan bahwa Ummu Sufyan adalah wanita yang cerdas dan berilmu adalah kalimat nasehat,”… Wahai anakku, jika engkau telah mencatat sepuluh kalimat, maka lihatlah dalam dirimu anakku apakah kau melihat penambahan takutmu kepada Allah…”
dari kalimat ini kita bisa melihat betapa besar perhatian ummu sufyan terhadap ilmu yang dipelajari anaknya, beliau berpesan kepada anaknya bahwa ilmu agama haruslah berpengaruh pada dirinya. Ia tak ingin puteranya sekedar mengetahui tanpa mengamalkannya. Sebab hal itu justru memperberat tanggung jawabnya di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

… إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟…

“…Yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya, hanyalah para ulama..” (Qs. Faatir: 28)

Bahkan dalam riwayat lain dikatakan bahwa ibundanya berkata, “Apakah ilmu itu mempengaruhi caramu berjalan?” sampai hal yang kecil beliau perhatikan. Karena memang cara berjalan orang yang berilmu dan tak berilmu itu berbeda.

وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمً

“Hamba Allah yang Maha Penyayang adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan tenang dan sopan. Dan bila orang-orang yang bodoh mengatakan kekonyolan kepada mereka, mereka menjawabnya dengan salam.” (Qs. Al-Furqaan:63)

Alangkah alimnya ibunda sufyan ats-tsauri akan hakikat ini dan alangka bijaknya sang ibunda dalam memberi nasehat kepada puteranya.

Maka begitulah kita seharusnya, kita seharusnya sebelum memberikan atau menyampaikan ilmu kepada anak-anak kita. Kita harus menyampaikan pemahaman akan ilmu itu terhadap diri kita terlebih dahulu. Faedah yang kita dapat selama pembelajaran di masa pandemi ini adalah ketika anak-anak belajar dari rumah salah satunya adalah kita bisa mengetahui kadar keilmuan kita sebagai orangtua. Apakah kita bisa mengimbangi ilmu anak kita, atau kita bisa lebih dari anak kita sehingga kita bisa memberikan pemahaman ilmu kepada anak kita, atau bahkan ternyata kita masih jauh tertinggal dari anak kita. Apabila kita berada di depan anak kita maka Alhamdulillah kita bisa membimbing anak kita, jika ilmu kita berdampingan dengan anak kita maka kita bisa belajar bersama karena tidak ada kata terlambat dalam belajar. Tapi yang menjadi musibah adalah ketika kita berada di belakang bahkan jauh dari anak kita. Maka jangan malu untuk belajar kepada yang lebih mudah termasuk anak kita. Contohnya dalam hal adab, sebagaimana di kuttab sangat ditekankan masalah adab baik kepada guru, orangtua, saudara dan yang lainnya. Maka ketika kita mengingatkan anak kita tentang pembelajaran adab di sekolahnya kita jangan pula lupa terlebih dahulu menanamkan itu pada diri kita. Contohnya adab terhadap guru, sebagai orangtua kita juga harus menanamkan adab tersebut dalam diri kita. Kita harus menghormati guru-guru anak kita, agar jangan sampai keberkahan ilmu yang harusnya diperoleh anak kita tercabut karena adab kita yang buruk.

Kita lihat kisah ibunda Anas bin Malik, Bagimana Ibundanya menghadiahkan anas kepada Rasulullah saat Rasullah baru tiba di Madinah. Kala itu Ummu Sulaim (sang ibunda) segera bergegas mendatangi Rasulullah saw. bersama Anas: ” Wahai Rasulullah saw. sungguh orang-orang anshar dan perempuan-perempuan anshar telah memberimu hadiah kecuali aku, dan aku tidak menemukan sesuatupun untuk dapat aku hadiahkan kepadamu kecuali hanya anak laki-lakiku (ini). Maka terimalah dariku. Dia akan melayani keperluanmu.”

Sebenarnya ini adalah salah satu adalah cara untuk mendekatkan anak kepada ilmu yaitu dengan cara mendekatkan anak kepada ahli ilmu. Ini adalah cara seorang ibu untuk menjadikan anaknya menjadi ahli ilmu. Sebagaimana kita ketahui bagaimana Rasulullah medo’akan anas bin malik radhiyallahu ‘anhu,

اللَّهُمَّ بَارك فِي مَاله ووَلَده، وأطل عمره، واغفر ذَنبه.

Ya Allah, berilah keberkahan harta dan keturunannya. Panjangkanlah usianya, dan ampunilah dosanya.

Lihatkan keberkahan yang diperoleh Anas bin Malik dari gurunya (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam), dan begitulah ketika seorang guru sudah ridho jangankan diminta bahkan tanpa diminta pun ia akan mendokan keberkahan kepada muridnya. Inilah yang perlu kita teladani dari kisah ummu sulaim agar anak kita mendapatkan keberkahan ilmunya.

Seperti inipun kisah sufyan ats-tsauri, dikatakan bahwa guru dari sufyan ats-tsauri sampai 600 syeikh termasuk dari ayah beliau yang ahlul hadits. Beliau mengembara mencari ilmu sampai kepada 600 syeikah di masanya. Dan tentu ini tidak luput dari dukungan dari seorang ibu.

Kita harus belajar menjadi ibunda yang kuat, kebanyakan imam besar atau ahli ilmu mencari ilmu tidak hanya di satu tempat tapi juga mereka melakukan safar berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Karena memang demikian bahwa ilmu itu memang harus didatangi bukan mendatangi. Ridhoi dan dukung anak kita sepenuhnya dari sisi harta maupun jiwa/hati kita.

 

Suatu saat Sufyan ats-Tsauri pulang ke rumah ibundanya, beliau tidak mendapati apapun di rumah ibundanya kecuali hanya sehelai tikar. Kita bisa melihat bagaimana zuhudnya sang ibunda, bukan karena ibundanya tidak mampu membeli apapun atau bukan karena tidak memiliki harta namun ibundanya lebih mengutamakan untuk mempergunakan hartanya untuk kepentingan putranya dalam menuntut ilmu.

Kemudian sufyan ats-tsauri berkata kepada ibundanya, “wahai ibuku, jika aku sekarang mengadukan keadaanmu kepada saudara-saudaramu, mungkin keadaanmu akan berubah sekarang.” Tapi apa jawab ibundanya, “tidak anakku, sesungguhnya aku mendapatkan yang lebih besar dari ini, aku melihat yang lebih agung daripada ini, dan aku tidak ingin ketika nanti aku dipanggil oleh Rabb-ku sedang aku dalam keadaan lalai dalam mengingat-Nya.”

Ibundanya mencukupkan apa yang beliau punya tidak mengingkan yang lebih, tetapi untuk kebutuhan anaknya menuntut ilmu beliau selalu mengutamakannya. Beliau mencukupi semua kebutuhan anaknya dalam menuntut Ilmu.

Mudah-mudahan kita termasuk yang bisa mengambil faedah dari kisah ummu sufyan ini. Sedikit kisah tapi kita bisa mengambil faedahnya bahwasanya untuk menjadikan seseorang itu menjadi ulama besar kita tidak boleh menjadi orang yang kecil, kita harus mengilmui diri kita, kita harus menyiapkan diri kita, kita harus banar-benar memahami kemana baiknya anak-anak kita ini. Jika anak kita ingin mencari ilmu kita juga harus faham dengan ilmu tersebut. Mengingatkan anak kita bahwa ilmu itu bukan hanya sekedar yang didengar dan disampaikan, tapi ilmu itu harus bisa mempengaruhi akhlak, sifat, kesabaran bahkan hal yang terkecil cara berjalannya harus terpengaruhi oleh ilmu.

Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya (al umm madrosatul ‘ula), tidak akan serta merta dikatakan al umm madrastul ula jika kalimat ini tidak memiliki faedah. Kalimat ini sangat banyak faedahnya ketika kita dapat memahaminya dan mengetahui posisi kita dalam keluarga. Maka kita harus mengilmui diri kita dengan mencontoh ibunda para ulama, mencontoh rasulullah qudwatun hasanah. Mencontoh bagaimana ibunda para ulama, bagaimana mereka mendidik dan menjadikan anaknya menjadi ulama yang besar.

Semoga kita bisa mengambil ibroh dan faedah dari kisah ibunda sufyan ats-tsauri ini, meskipun kita tidak mengenal namanya namun kita sudah megetahui keshalihan dan keutamaan dari kisahnya tadi.

Allahu a’alm bissowab..

**Resume kajian tematik “Ibuda Sufyan ats-Tsauri”, disampaikan oleh ustadzah Ainur Faridah, Lc. Dalam kajian bulanan divisi ummahat KAF Beji Depok.

Ambi Ummu Salman

 

Add Comment