KISAH ASIYAH BINTI MUZAHIM (ISTRI FIR’AUN) DALAM AL-QUR’AN

PROLOG

Sosok wanita yang memiliki iman yang luar biasa kuat ketika berhadapan dengan besarnya kedzoliman. Keridhoan Allah memembuatnya menjadi wanita yang istimewa. Dialah Asiyah binti Muzahim (Asiyah istri Fir’aun).

Dia hidup dalam gelimang harta, dalam prestis, serta kekuasaan yang luar biasa besar. Tapi itu tidak membuat ia bahagia. Karena bukan itu tolok ikur kebahagiaannya, bukan dunia tapi ia menjadikan IMAN sebagai tolok ukur kebahagiaannya.

Karena apapun tidak akan ada artinya dihadapan IMAN.

Penderitaan dunia bisa menjadi kesulitan luar biasa bagi orang tidak beriman, namun tidak berarti apa-apa bagi orang beriman.
Karena orang beriman selalu memiliki sudut pandang yang berbeda dg orang yang tidak beriman.

Inilah perbedaan orang yang hidup dengan AlQur’an dengan yang tidak.
Inilah perbedaan orang yang hidup dengan iman dengan tidak.
Cara memandang dan mengukur sesuatu amatlah berbeda diantara keduanya.

WANITA SEMPURNA

Asiyah bukan hanya mukminah tapi ia diabadikan sebagai salah satu diantara dua wanita sempurna di dunia ini.
Dua wanita langkah yang sudah sampai pada titik sempurna.

Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‎‎’alaihi wa sallam bersabda,‎

كَمَلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ غَيْرُ مَرْيَمَ بِنْتِ عِمْرَانَ، وَآسِيَةَ امْرَأَةِ فِرْعَوْنَ، وَإِنَّ فَضْلَ ‏عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ

“Lelaki yang sempurna jumlahnya banyak. Dan tidak ada wanita yang sempurna selain ‎Maryam binti Imran dan Asiyah istri Firaun. Dan keutamaan A’isyah dibandingkan ‎wanita lainnya, sebagaimana keutamaan ats-Tsarid dibandingkan makanan lainnya.” ‎‎(HR. Bukhari dan Muslim).

Dan dalam redaksi yang lain,

“Yang sempurna dari kaum lelaki sangatlah banyak, tetapi yang sempurna dari kaum wanita hanyalah Maryam binti Imran, Asiyah binti muzahim, Khadijah binti khuwailid dan Fatimah binti Muhammad. Sedangkan keutamaan Aisyah atas seluruh wanita adalah seperti keutamaan tsarid (roti yang diremukkan dan direndam dalam kuah) atas segala makanan yang ada.” (HR Bukhari)

Keistimewaan Asiyah menurut para ahli ilmu adalah ia lebih memilih dibunuh daripada hidup di istana yang penuh kedzoliman. Dia rela disiksa di dunia untuk mendapatkan kenikmatan di akhirat.

KISAH ASIYAH DALAM QS. AL QASHAS AYAT 8-9

Ayat 8

فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا ۗ إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ

Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.

Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang Fir’aun ini, apakah ia Fir’aun yang mengasuh musa sama dengan fir’aun yang diazab oleh Allah. Ada dua perbedaan pendapat :
1. Fir’aun yang mengasuh musa sama dengan Fir’aun yang di azab oleh Allah.
2. Fir’aun adalah gelar, dan ia adalah pemimpin masyarakat qibti.
Fir’aun di ayat ini berbeda dengan yang diazab. Dan asiyah adalah istri fir’aun yang mengasuh.

Namun sebagian besar ahli tafsir mengikuti pendapat yang pertama, yaitu sama.

Ayat 9

وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ ۖ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

9. Dan berkatalah isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari.

Menurut Ar-Razi nama Musa bukan berasal dari bahasa Arab, akan tetapi berasal dari bahasa qibti yang bemakna orang yang diambil dari air.

Ketika masa itu penduduknya terdiri dari dua bangsa. Yang pertama adalah penduduk Mesir asli yaitu orang-orang Qibthi. Dan yang kedua adalah orang-orang Bani Israil yaitu keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam. Kebanyakan orang-orang Qibthi menduduki jabatan-jabtan tinggi. Sedangkan orang Israil hanya berkedudukan rendah sebagai pekerja keras seperti buruh, pelayan dan pesuruh.

Ditemukannya Musa oleh istri Fir’aun hingga ia diasuh dikerajaan jika dipikir secara logika tidak akan masuk, bayi dengan wajah khas bani israil yang lahir ditahun dimana waktunya setiap bayi yang lahir dibunuh. Tapi justru Musa lahir dengan selamat bahkan masuk dalam lingkungan kerajaan.
Bahkan istri fir’aun suka sekali pada bayi Musa sejak pertama kali melihat wajahnya.

Inilah cinta Allah, jika Allah sudah mencintai hambaNya maka masalah sebesar apapun tidak akan terjadi. Karena Allah telah berkehendak.

Diawal ayat 8
فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ
Dalam ayat ini dikisahkan bahwa pada awalnya Fir’aun memerintahkan membunuh Musa karena bayi itu berwajah bani israil, namun di ayat 9 Asiyah berkata pada fir’aun,
“(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”

Tujuan istri fir’aun mengambil musa adalah :
1. Karena ia suka pada bayi musa
2. Ia berharap musa menjadi penyejuk mata (bisa sebagai anak atau menjadi orang yang bermanfaat bagi keluarga kerajaan)

Tapi Allah punya rencana lain, seperti dalam ayat 8 :
لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا ۗ

“…yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka.

Allah berkehendak bahwa peristiwa ini menjadi penyebab kesedihan bagi fir’aun.

Manusia memiliki rencana, tapi Allah berkehendak lain maka yang terjadi adalah kehendak Allah. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi.

Bagaimana dengan harapan asiyah?

Ketika Asiyah binti Muzahim berkata “Ia adalah penyejuk mata bagiku dan bagimu“, maka fir’aun berkata: “Untukmu ya, akan tetapi untukku tidak.”
Maka seperti itulah yang terjadi Allah memberi hidayah kepada Asiyah dengan sebab bayi tersebut, sedangkan Fir’aun binasa dengan kedua tangan bayi tersebut.

Rasulullah pernah berkata, “Seandainya Fir’aun berkata ‘ya’ seperti istrinya maka ia akan menjadi orang yang beriman.

Musa membawa kesedihan bagi orang yang tidak beriman (Fir’aun) dan membawa kebahagiaan bagi yang beriman (Asiyah binti Muzahim).

PELAJARAN BAGI ORANG TUA

1. Target mendidik generasi adalah menjadi generasi qurrota a’yun.

Qurro memiliki dua arti yaitu:
1. Sesuatu yang menetap
2. Dingin sekali

Lalu apa hubungannya dengan anak?
1. Makna sesuatu yang menetap
Dia menjadi anak yang teguh, orangtua merasa mantap memandang generasinya. Generasi bukan qurrota a’yun membuat orangtua panik, cemas dan curiga.

2. Makna dingin sekali
Generasi yang apabila dilihat menyejukkan mata yang memandang (membawa kebahagiaan), karena kebalikannya mata panas dalam bahasa arab artinya sedih.

Harus ada dua hal dalam diri generasi kita, dua hal yang bertentangan. Ia menjadi generasi yang membuat sedih Musuh Allah, dan ia membuat bahagia kedua orangtuanya serta orang-orang yang beriman.

Anak Menjadi Pengantar Hidayah
Yang membuat Asiyah bahagia adalah bahwa musa menjadi pengantar hidayah bagi dirinya.
Anak yang shalih bisa menjadi pengantar hidayah bagi orangtuanya, dan untuk mendapatkan anak yang shalih bukan hanya butuh persiapan tapi kita juga harus siap.
Siap jika anak membawa nasihat atau kebaikan bagi orangtuanya, orangtua siap menerima walaupun usia anak belum baligh.

2. Hati-hati dengan lisan, Fir’aun menolak hidayah dengan lisannya.
Berhati-hatilah dengan lisan kita, karena bisa jadi ia menjauhkan hidayah atau bahkan menutup hidayah untuk diri kita.
Begitu pula dengan anak, jika memiliki anak senakal / serusak apapun, jangan sampai lisan orangtua menjadi penutup hidayah bagi anaknya.

3. Bisikan kebaikan seorang istri begitu dasyat mempengaruhi suami.
Orang yang sekejam Fir’aun takluk akan istrinya. Karena di hati suami ada istri dan anak-anaknya. Maka sebagai istri miliki bisikan istri seperti Asiyah yang mampu melembutkan hati suami dan mengurangi kejahatan suami.

ASIYAH BINTI MUZAHIM, WANITA YANG DITAMPAKKAN SURGA UNTUKNYA

At Tahrim ayat 11:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

11. Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.

Allah membuat Asiyah sebagai permisalan bagi orang yang beriman dalam AlQur’an.
Orang yang menjadi permisalan dalam AlQur’an berarti ia adalah orang yang legendaris atau luar biasa.

Asiyah adalah wanita sempurna karena ia meninggal dalam rangka menjaga keimanannya.
Ia termasuk orang-orang disekitar Fir’aun yang menyembunyikan keimanannya.

Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Allah, maka murkalah Fir’aun. Dengan keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriaannya, meski mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya.

Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahim?” Mereka menyanjungnya.Lalu Fir’aun berkata lagi kepada mereka,“Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.” Berkatalah mereka kepadanya,“Bunuhlah dia!”

Dimulailah siksaan itu, Fir’aun pun memerintahkan para algojonya untuk memasang tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian mulailah sikasaan itu kepada Asiyah.

Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya.

Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala. Maka Allah pun tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini.

Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdo’a memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini di dalam al-Qur’an,

Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” (Qs. At-Tahrim:11)

Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Fir’aun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Fir’aun bingung dan terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa akan tetapi malah tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya.

Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia baginya.
Allah mencabut nyawa Asiyah sebelum Fir’aun membununhnya.

Hikmah :
1. Dialah seorang wanita mulia, seorang istri raja, gemerlap dunia mampu diraihnya, istana dan segala kemewahannya dapat dengan mudah dinikmatinya. Namun, apa yang dipilihnya? Ia lebih memilih disiksa dan menderita karena keteguhan hati dan keimanannya. Ia lebih memilih kemuliaan di sisi Allah, bukan di sisi manusia. Jangan sampailah dunia yang tak seberapa ini melenakan kita. Melenakan kita untuk meraih janji Allah Ta’ala, surga dan kenikmatannya.

2. Orang beriman berdoalah, mintalah kepada Allah. Karena Allah selalu punya cara untuk mengabulkannya.

Allahu a’lam

Ambi Ummu Salman
Depok, 07.06.17

*Resume kajian Dauroh Wanita dalam AlQur’an di masjid Darussalam, dengan Pemateri Ustadz Budi Ashari, Lc.

Add Comment