Ummu ‘Ashim Binti ‘Ashim bin Umar bin Al Khattab (Ibunda Khalifah Umar bin Abdul Aziz)

Bismillahirrahmanirrahim…

Di antara para wanita yang namanya dituliskan oleh sejarah dalam daftar para wanita yang abadi adalah sayyidah Ummu ‘Ashim, cucunya khalifah Umar bin Khattab dan ibunya khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dikatakan, namanya adalah Laila binti ‘Ashim bin Umar bin Al-Khattab.

Jadi, dia adalah seorang wanita yang berasal dari keturunan yang baik dan nasab orang-orang bangsawan dalam Islam. Ummu ‘Ashim merupakan putri dari ‘Ashim bin Umar bin Khattab, ia adalah seorang wanita muslimah yang bertakwa. Dia menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan, dan pernikahan ini memiliki kisah yang menarik.

Diriwayatkan dari Muhammad bin Sa’ad dia berkata, “Ibnu Syaudzab mengatakan, ‘Ketika Abdul Aziz bin Marwan berkeinginan untuk menikahi ibu Umar bin Abdul Aziz, dia berkata kepada orang kepercayaannya, ‘Kumpulkanlah uang empat ratus dinar untukku dari harta terbaikku. Sesungguhnya aku ingin menikahi wanita dari keluarga yang baik. Lalu dia pun menikahi ibunya Umar bin Abdul Aziz.”

Ummu ‘Ashim termasuk golongan wanita mukminah ahli ibadah yang telah mendidik anak-anak mereka di atas tangisan kerena takut kepada Allah, juga di atas kezuhudan terhadap dunia. Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala telah memuliakan dirinya dan mengeluarkan dari tulang punggungnya Umar bin Abdul Aziz yang oleh Ats-Tsauri dianggap sebagai khalifah kelima.

Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Khalifah itu ada lima: Abu Bakar, Umar, Utsman. Ali, dan Umar bin Abdul Aziz.”

Demikianlah Allah memuliakan dirinya dengan nasab yang baik dan keturunan yang baik pula. Keturunan yang baik dan selalu diberkahi, yang senantiasa menyebarkan keadilan dan keamanan di wilayah islam, sehingga kelapangan pun tersebar di seluruh wilayah tersebut. Salah satu riwayat yang dipaparkan oleh sejarah tentang Ummu ‘Ashim menyebutkan bahwa dia adalah seorang wanita yang baik dan dermawan.

Diriwayatkan dari Ahmad bin Sulaiman, dari Az-Zubair, dia berkata, “Ketika Ruqayyah binti Umar bin Khattab meninggal dunia di sisi suaminya, Ibrahim bin Nu’man bin Abdullah, lalu dia dimakamkan di Baqi’, maka ‘Ashim membawa Ibrahim bin Nu’aim ke rumahnya, kemudian dia mengajak kedua putrinya hafsah dan Ummu ‘Ashim menemui Ibrahim. Lalu ‘Ashim berkata kepadanya, ‘Pilihlah salah satu di antara mereka berdua. Sesungguhnya kami tidak suka jika perbesanan kami denganmu terputus.”

Ibrahim mengatakan, “Aku tahu pasti bahwa Ummu ‘Ashim lebih cantik daripada Hafshah, maka aku pun tidak memilihnya sebab hatiku mengatakan bahwa ayahnya pasti menginginkan dia dinikahi oleh para raja karena kecantikannya. Oleh karenanya, aku menikahi Hafshah. Lalu Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam menikahi Ummu ‘Ashim, kemudian dia melahirkan Umar bin Abdul Aziz dan beberapa orang saudaranya. Kemudian Ummu ‘Ashim meninggal dunia di sisi suaminya, dan Ibrahim bin Nu’man pun meninggal dunia.

Lalu Abdul Aziz bin ‘Marwan menikahi Hafshah binti ‘Ashim setelah kemudian Ummu ‘Ashim. Abdul Aziz bin Marwan pun memboyong istrinya ke Mesir. Pada masa itu, di Aylah (bukit antara Mekah dan Madinah) ada orang lumpuh yang dipanggil dengan sebutan Syarru Syimmir. Pada masa lalu, Ummu ‘Ashim pernah lewat dihadapannya, maka orang itu pun menghadangnya, lalu Ummu ‘Ashim memberinya sesuatu dan berbuat baik kepadanya.

Setelah itu, Hafshah binti ‘Ashim pun lewat di sana dan orang itu pun menghadangnya, namun Hafshah tidak mengangkat kepalanya sedikitpun. Lalu ditanyakan, ‘’Di manakah kedudukan Hafshah jika dibandingkan dengan Ummu ‘Ashim?” Orang lumpuh itu berkata, ‘’Hafshah tidaklah sebanding dengan Ummu ‘Ashim.’’

Demikianlah, dia adalah seorang wanita yang baik dan selalu berbuat baik, seorang ibu yang mendidik anak-anaknya dengan baik, dia telah melahirkan untuk kita salah salah seorang pemimpin di antara para pemimpin yang sangat mudah menangis, sayyidina Umar bin Abdul Aziz. Salah satu kisah yang berkaitan dengan hal ini diriwayatkan dari Abu Qabil, bahwasanya Umar bin Abdul Aziz menangis saat usianya masih kecil dan dia telah menghafal Al-Qur’an. Lalu ibunya mengirimkan seseorang untuk bertanya kepadanya, ‘’Apa yang membuatmu menangis?’’ Dia menjawab, “Megingat kematian.” Maka ibunya pun menangis karenanya.

Begitulah Ummu ‘Ashim adalah seorang ibu yang salehah yang dituliskan oleh sejarah dalam daftar para ibu yang abadi. Demikianlah, dia telah menjadikan putranya menyerupai kakeknya, Al Faruq radhiyallahu ‘anhu. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya dan meridhainya, juga putranya.

Melalui lembaran-lembaran sejarah, seorang wanita muslimah menjadi sumber kebaikan dan pangkal keturunan yang saleh, dia ibarat tanah yang subur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَٱلْبَلَدُ ٱلطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذْنِ رَبِّهِۦ ۖ وَٱلَّذِى خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلَّا نَكِدًا ۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (Qs. Al A’raf: 58)

Wahai saudariku, berusahalah sekuat tenaga untuk menjadi tanah yang baik yang bisa berderma dengan kebaikan, berderma dengan keturunan yang saleh yang bisa membuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berbangga hati kepada umat-umat yang lainnya.

Diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu ‘andhu secara marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Menikahlah kalian, sesungguhnya pada hari kiamat nanti aku akan berbangga kepada umat-umat lain karena banyaknya jumlah kalian.”

Allahu a’lam bissowab

Ambi Ummu Salman

Sumber: Ummu Isra’ binti Arafah, 66 Wanita Pengukir Sejarah, Aqwam

 

Add Comment