Tadabbur Surat Yusuf Ayat 30 – 31 (Para Wanita yang Menggunjing Istri al ‘Aziz)

Bismillahirrahmanirrahim…

Dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang dikisahkan dalam Al-Qur’an kita akan menemukan kisah para wanita ynag membuat makar kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Yang pertama adalah kisah istri Al Aziz yang dalam riwayat israiliyat namanya disebut sebagai zulaikha, dan kisah lainnya adalah para wanita di kota yang menggunjing peristiwa antara istri al aziz dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dalam tadabbur kali ini kita akan membahas para wanita yang menggunjing istri al aziz (zulaikha).

Penggalan ayat ini menerangkan bahwa kisah kejadian Zulaikha yang merayu Yusuf ‘alaihissalam telah tersebar sedemikian rupa di Mesir, dan kaum wanitanya menjadikan kejadian tersebut gunjingan (gosip) di antara mereka.

Ayat 30

وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ ۖ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا ۖ إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dan wanita-wanita di kota berkata: “Isteri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata”.

Kata نِسْوَةٌ adalah bentuk jamak yang tidak ada mufradnya. Kata ini masuk dalam jamak tapi untuk menunjukkan jumlah yang sedikit (jamak qillah), jadi wanita yang menggunjing dalam peristiwa ini tidak banyak hanya sekelompok kecil. Sebagian ulama berpendapat bahwa para wanita yang menggunjing dalam ayat ini adalah istri para pembesar (pejabat) di istana.

Kemudian kata فِي الْمَدِينَةِ yang bermakna di kota itu, seolah yang menggunjing itu satu kota dan menjadi peristiwa besar, hal ini dikarenakan yang menggunjing adalah para istri-istri pejabat di istana tersebut. Kalau seperti ini gambaran wanita di istana, maka tidak ada bedanya dengan rakyatnya (Bagaimana pemimpinnya begitulah rakyaknya).

Kemudian kata شَغَفَهَا bermakna telah dikuasai atau didominasi. Ada yang mengatakan, maknanya adalah cintanya telah merasuk ke dalam jantung wanita (kalimat orang arab yang digunakan untuk mengungkapkan cinta yang sangat dalam). Artinya kata شَغَفَهَا yang sebelumnya juga didahului huruf penguat yaitu قَدْ, menunjukkan bahwa cintanya (Yusuf ‘alaihissalam) masuk sampai jantung hatinya(Zulaikha) dan mengurung cinta tersebut. beginilah wanita apabila telah jatuh cinta, ia bisa menyiapakan atau melakukan makar apa saja.  Cinta itu memiliki energi yang menyala terus menerus, maka jangan sampai ia menjadi energi yang menghasilkan keburukan, manfaatkan energi ini dalam kebaikan terutama dalam rumah tangga kita. (Pembahasan tentang ini insyaaAllah akan dibahas lebih lengkap dalam tadabbur kisah istri Al Aziz)

Ayat 31

Kemudian istri Al Aziz membuat makar untuk membalas makar para wanita itu, sebagaimana yang dikisahkan dalam ayat di bawah ini.

فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ ۖ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَٰذَا بَشَرًا إِنْ هَٰذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ

Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”.

سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ :
Istri Al Aziz mendengar cercaan para wanita bahwa cinta telah membuatnya berbuat demikian.

Kata cercaan dalam ayat ini menggunakan kata makar. Kata المكر (makar) artinya adalah menipu, yaitu memalingkan sesuatu dari maksudnya dengan alasan tertentu. Ini ada dua jenis.

Pertama, tipu daya yang terpuji. Contohnya seperti menipu untuk melakukan perbuatan baik. Mengenai hal ini, Allah berfirman: “Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs. Ali ‘Imran:54)

Sebagian berkata bahwa di antara tipu daya Allah adalah membiarkan para hamba terlena dalam gemerlap dunia. Oleh karena itu Amirul Mukminin radhiyallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa yang dilapangkan dunianya dan ia tidak sadar bahwa sesungguhnya kenikmatan dunia ini hanyalah tipu daya belaka, sesungguhnya ia termasuk ke dalam orang-orang yang tertipu akalnya.”

Kedua, tipu daya yang tercela. Yaitu, tipuan yang dimaksudkan untuk melakukan perbuatan buruk. Dalam ayat 36 ini makar yang dimaksud masuk ke dalam tipe yang kedua, yang mengarah pada perbuatan buruk. Menggunjing disini disebut makar karena menggunjing orang lain sama dengan mengorek/mengoyak daging saudaranya.

 

أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ :
Ia membuat tipu daya dengan mengundang mereka untuk dijamu di rumahnya. Sebenarnya ketika telah sampai berita tentang keelokan rupa Yusuf, mereka para wanita itu berkeinginan untuk menyaksikan sendiri. Sehingga mereka membuat cercaan tersebut agar mereka dapat menyaksikan lansung keelokan Yusuf.

وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً :
Disediakan kepada mereka tempat duduk yang dilengkapi dengan permadani, bantal, dan makanan. Diantara makanan tersebut ada yang harus di potong dengan pisau.

وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا :
Diberikan pisau kepada masing-masing wanita itu, ini adalah bagian dari siasat istri Al Aziz sebagai balasan dari upaya mereka untuk dapat melihat Yusuf.

وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ :
Kemudian dia berkata kepada Yusuf, keluarlah dan tampakkanlah dirimu kepada mereka. Karena sebelumnya ia menyembunyikan Yusuf di tempat lain.

فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ :
Wanita-wanita itu terpukau karena ketampanan Yusuf.

وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ :
Mereka memotong jari tangan mereka (dengan pisau) karena tertegun, mengagumi apa yang mereka lihat dari keelokan Yusuf. Mereka mengira bahwa mereka sedang memotong buah-buahan yang ada di tangan mereka dengan pisau itu.

وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَٰذَا بَشَرًا إِنْ هَٰذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ :
Mareka berkata kepada istri Al Aziz, “kami tidak menyalahkanmu setelah kami melihat sendiri bahwa kenyataannya seperti ini.” Mereka tidak pernah melihat keelokan rupa pada manusia seperti Yusuf atau yang mendekatinya, karena Yusuf diberi separuh keelokan manusia seluruhnya sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits.
Keelokan Yusuf diumpamakan seperti malaikat yang mulia karena dua faktor :
1). Karena Yusuf memang tampan
2). Karena wajah kebaikan Yusuf yang tampak pada dirinya.

 

Pelajaran bagi kita para wanita dalam ayat ini adalah jaga lisan kita, karena wanita terkadang suka ghibah untuk membicarakan aib orang lain. Keistimewaan orang terlihat karena Allah masih menutup aibnya. Kita masih terlihat baik karena Allah yang Maha Baik masih menutup aib kita.

Ghibah (menggunjing) disini disebut makar karena menggunjing orang lain sama dengan mengorek/mengoyak daging saudaranya. Kehormatan manusia sebagaimana dagingnya, tidak boleh dimakan, tidak boleh diganggu. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).

Dalam ayat di atas, Allah ta’ala menyamakan orang yang mengghibah saudaranya seperti memakan bangkai saudaranya tersebut. Apa rahasia dari penyamaan ini?

Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, “Ini adalah permisalan yang amat mengagumkan, diantara rahasianya adalah:

Pertama, karena ghibah mengoyak kehormatan orang lain, layaknya seorang yang memakan daging, daging tersebut akan terkoyak dari kulitnya. Mengoyak kehormatan atau harga diri, tentu lebih buruk keadaannya.

Kedua, Allah ta’ala menjadikan “bangkai daging saudaranya” sebagai permisalan, bukan daging hewan. Hal ini untuk menerangkan bahwa ghibah itu amatlah dibenci.

Ketiga, Allah ta’ala menyebut orang yang dighibahi tersebut sebagai mayit. Karena orang yang sudah mati, dia tidak kuasa untuk membela diri. Seperti itu juga orang yang sedang dighibahi, dia tidak berdaya untuk membela kehormatan dirinya.

Keempat, Allah menyebutkan ghibah dengan permisalan yang amat buruk, agar hamba-hamba-Nya menjauhi dan merasa jijik dengan perbuatan tercela tersebut” (Tafsir Al-Qurtubi)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan, “Ayat di atas menerangkan sebuah ancaman yang keras dari perbuatan ghibah. Dan bahwasanya ghibah termasuk dosa besar. Karena Allah menyamakannya dengan memakan daging mayit, dan hal tersebut termasuk dosa besar. ” (Tafsir As-Sa’di).

Al-Hasan mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kamu tidak akan mencapai hakikat iman hingga kamu tidak menggunjing aib orang lain yang aib itu juga ada di dirimu, sampai kamu memulai membenahi aib saudaramu dengan memulai membenahi aib dari dirimu sendiri. Apabila kamu berbuat demikian maka kesibukanmu akan terfokus mengurus aib dirimu sendiri. Hamba paling dicintai Allah adalah hamba yang seperti ini.”

Ghibah itu tidak hanya sebatas di lidah. Ketahuilah bahwa ghibah dengan lidah diharamkan karena ucapan yang dikatakan memberikan pemahaman kepada orang lain mengenai kekurangan saudaramu dan memberitahukan kepadanya mengenai sesuatu yang tidak disukai saudaramu. Bahasa sindiran dalam hal ini sama dengan bahasa terus-terang dan perbuatan sama saja dengan perkataan. Bahasa isyarat, anggukan, picingan, bisikan, tulisan, gerakan dan segala sesuatu yang dapat memahamkan tujuan termasuk dalam kategori ghibah. Hal itu diharamkan.

Maka hendaknya kita berhati-hati menjaga lisan kita di dunia nyata dan menjaga tulisan serta komentar kita di dunia maya. Karena tulisan ini kedudukannya sama dengan ucapan lisan. Sebagaimana kaidah:

الكتابة تنزل  منزلة القول

“Tulisan (hukumnya) sebagaimana lisan”

Resep Menghindari Ghibah:

  1. Berdo’a kepada Allah subahanahu wa ta’ala. Berdoa agar Allah mudahkan kita dalam menjaga lisan kita, melindungi diri dari keburukan lisan.
  2. Bergaul degan teman yang shalih dan menjauhi teman-teman yang biasa melakukan ghibah.
  3. Selalu mengingat bahwa ghibah adalah dosa besar dan mengingat adzab yang pedih dari dosa ghibah. Serta menjadi orang yang bangkrut kelak di hari kiamat. Kita akan menerima akibat berat atas buruknya lisan kita. Pertama, jika punya pahala kebaikan seperti pahala shalat dan puasa, maka akan dibagi-bagikan kepada mereka yang didzalimi di dunia dan belum selesai perkaranya artinya belum ada maaf dan memaafkan. Kedua, jika yang mendzalimi (mencela dan memaki) sudah habis pahalanya, maka dosa orang yang didzalimi akan ditimpakan dam diberikan kepada orang yang mendzalimi. Inilah yang disebut dengan orang yang bangkrut atau “muflis” di hari kiamat berdasarkan hadits berikut,

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?”

Para sahabat menjawab, “Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.

Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim).

  1. Takut akan su’ul khotimah (kematian yang buruk). Jika kita memiliki kebiasaan menggunjing orang lain, bayangkan ketika kita melakukan ghibah, Allah Ta’ala mencabut nyawa kita, na’udzubillahimindzalik.
  2. Menyibukkan lisan kita dengan Dzikrullah.
  3. Menyibukkan diri kita dengan aib/kesalahan diri kita. Jangan pernah menyibukkan diri dengan aib orang lain. Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Äpabila kamu ingin menggunjing saudaramu maka ingatlah aibmu.”

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian harus mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, karena sesungguhnya ia adalah obat. Sebaliknya, janganlah membicarakan manusia, karena sesungguhnya ia adalah bencana.”

  1. Tanamkan dan yakini dalam diri kita bahwa Allah Maha Melihat, Allah Maha Mengetahui, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengawasi. Pengenalan kita kepada Allah berefek pada cara pandang kita yang benar dan mengasah kepekan kita terhadap setiap permasalahan. Dan cara terbaik mengenal Allah adalah dengan mengetahu nama-nama dan sifat-sifatNya (Mengilmui Asmaul Husna). Kenali Allah dengan sebaik-baik pengenalan.

Allahu a’lam…

Ambi Ummu Salman

Sumber:

  1. Al-Qur’anul kariim
  2. Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Syafi’i
  3. Tafsri Al-Qurtubi, Pustaka Azzam
  4. Kamus Al-Qur’an, Ar-Raghib Al-Ashfahani, Khazanah Fawaid
  5. Tazkiyatun nafs, Sa’id Hawwa, Era Adicitra Intermedia.

 

Add Comment