Tadabbur Surat Ar Rum ayat 54 (Fase Fase Kehidupan Manusia Serta Konsep Pendidikan Islam Dalam Setiap Fasenya)

Bismillahirrahmanirrahim….

Slide1

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْقَدِيرُ
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Qs. Ar-Ruum: 54)

Tadabbur

Seluruh ayat Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat tentang tauhid. Dan jika nama Allah Ta’ala dimunculkan di awal seperti di ayat ini, berarti penekanannya lebih kuat lagi. Ayat ini dimulai dengan kalimat ٱللَّهُ, ini menunjukkan pentingnya nama ini, dan pentingnya pembahasan ini. Lafadz Allah menjadi mubtada’ sebagai pendahuluan atau pembuka kalimat awal, sehingga sebelum kita membahas tentang semua hal yang berkaitan dengan fase kehidupan manusia maka sudah seharusnya kita fokuskan dulu pembahasan kita kepada lafadz Allah yang didahulukan dalam ayat ini. Lafadz Allah didahulukan penyebutannya sehingga menunjukkan keutamannya, bahwa Allah adalah dzat yang Maha segalanya dan semua pembahasan ilmu kita dalam ayat ini harus terpusat pada Allah. Bahwa semua ilmu itu kembali pada Allah dan fase-fase kehidupan manusia itu pun hadir karena kehendak dan ciptaan Allah sehingga pun nantinya tujuan kehidupan dan pendidikan anak kita adalah hanya Allah, mencari keridhoan Allah subhanahu wata’ala. Syeikh Abdurrahman Nâshir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah memberitahukan keluasan ilmu-Nya, kebesaran kemampuan-Nya, dan kesempurnaan hikmah-Nya.

Slide2

Allah adalah nama yang paling agung, para ulama menyebutnya sebagai ismullah al-a’dzom. Sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Qurthubi, bahwa Allah adalah nama yang paling besar di antara nama-namaNya dan mencakup keseluruhan dari nama-nama itu, sehingga sebagian ulama mengkatagorikan nama tersebut sebagai nama Allah yang paling agung (ismullah al-a’dzom), yang hanya berhak diguakan oleh Allah, sehingga tidak harus ditatsniyahkan atau dijamakkan.

Hal yang menguatkan bahwa Allah adalah nama yang agung di antaranya adalah:

  1. Nama tersebut adalah nama bagi Zat yang Esa sebagaimana yang terdapat di dalam beberapa hadits yang menerangkan nama Allah yang paling agung.
  2. Nama tersebut banyak sekali disebut dalam Al-Qur’an, sebanyak 2724 kali.
  3. Nama-nama lain yang dimiliki oleh Allah apabila disebutkan secara bersamaan dengan nama ini maka kedudukannya hanya sebagai sifat, sehingga engkau akan mengatakan, “Di antara sifat-sifat Allah adalah al-‘Alim, al-Hakim dan al-Kariim.” Engkau tidak bisa mengakatan, “Di antara sifat-sifat al-Alim adalah Allah.”
  4. Nama Allah menetapi beberapa makna yang terdapat di dalam asmaul husna, yang dapat menunjukkan terhadap nama-nama tersebut secara global. Setiap nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya adalah penjelas bagi sifat-sifat Allah yang bersifat uluhiyyah (ketuhanan) yang diambil dari-Nya nama Allah. Nama ini juga menunjukkan bahwa Allah adalah Zat yang disembah, yang dianggap oleh makhluk sebagai Tuhan yang mereka semua cinta, tunduk serta segera memohon kepada-Nya atas segala kebutuhan.

Slide3

Selanjutnya setelah lafadz Allah ada isim mausul (kata penghubung) ٱلَّذِى bermakna yang, kedudukannya sebagai khobar. Isim mausul ini menghubungkan dzat Allah dengan penciptaannya sekaligus memisahkan dzat Allah dari sifat-sifat cipataannya. Inilah salah satu hikmah isim maushul, yaitu memisahkan mubtada’ (subyek) dengan semua sifat dan aktiftas yang dilakukannya dan menetapkan sosok pelakunya. Jadi jika ayat ini berbicara tentang fase hidup manusia yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an maka segala sifat yang ada pada diri manusia ini terlepas dari dzat Allah itu sendiri, jika manusia bersifat lemah maka tak ada sama sekali sifat lemah itu pada Allah, jika manusia memiliki kekuatan maka kekuatan itu berbeda dengan kekuatan Allah Yang Maha Kuat dan bahwa Allah lah sebaik-baik sumber kekuatan bagi manusia dan Allah lah sebaik-baik pelindung bagi segala kelemahan manusia. Itulah mengapa lafadz Allah didahulukan dan kemudian isim mausul diletakkan setelahnya.

Kata selanjutnya adalah kata خَلَقَ (telah menciptakan), bentukya adalah fi’il madhi, yang bermakna lampau menunjukkan sebuah pekerjaan yang telah terjadi pada masa lampau, baik yang sudah berlalu sejak lama atau baru saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa segala fase kehidupan manusia itu telah Allah tetapkan dan itu sudah berlaku dan akan terus berlaku pada manusia hingga akhir zaman dengan kehendak Allah Ta’ala. Namun karena bentuknya fi’il (kata kerja) yang secara kaidah bahasa mempunyai sifat tidak tetap dan terikat dengan waktu, artinya tidak semua manusia melewati lima fase ini. karena ada mereka yang Allah takdirkan meninggal sebelum melewati semua fase ini. Ada yang meninggal saat masih bayi, remaja dan seterusnya. Sehingga lima fase itu tidak mutlak dilalui oleh semua manusia.

Kata خَلَقَ digunakan hanya untuk Allah dan tidak boleh dan tidak dipergunakan untuk manusia atau makhluk lainnya. Kata خَلَقَ memiliki makna menciptakan dari sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Artinya manusia ini tercipta atas kehendak Allah bukan karena kedua orangtua kita, sehingga manusia harus mengenal Allah dengan sebaik-baik pengenalan. Allah yang menjadikan kita ada di dunia ini, kita ada atas kehendak Allah sehingga sudah semestinya kita mengetahui apa tujuan Allah hidupkan kita didunia ini, apa kehendak Allah atas diri kita ini. Dan semua kehendak Allah ada di dalam Al-Qur’anul kariim sehingga kita harus benar-benar mempelajari Al-Qur’an dan bertadabbur agar kita semakin mengenal Allah dan memahami segala kehendakNya.

 

Fase Pertama

Selanjutnya ada kata مِّن (dari) yang merupakan huruf jar. Kata min ini bisa bermakna untuk menunjukkan suatu jenis. Maka jika kata selanjutnya adalah ضَعْفٍ (lemah), artinya manusia diciptakan dari sesuatu jenis yang bersifat lemah.

Kata ضَعْفٍ (lemah) dalam bentuk nakirah. Salah satu fungsi nakiroh adalah menunjukkan jenis, dalam hal ini adalah jenis, menunjukkan sesuatu yang rendah atau hina (tahqir). Maka dari sini kita manusia tak patut sombong karena susungguhnya kita berasal dari sesuatu yang hina. Dan bentuk nakirah ini menunjukkan sesuatu yang sangat umum, sehingga bentuk kelemahannya sangat umum. Jadi kelemahannya bisa dari berbagai sisi baik fisik maupun akal.  Hal ini diperkuat dengan perbedaan dua qira’ah yang berbedah. Ashim dan Hamzah membaca dengan huruf dhad berharakat fathah pada semua lafazh الطعف, sementara lainnya membacanya dengan harakat dhammah.

Menurut al Jauhari, adh-dha’fu atau adh-dhu’fu adalah lawan kuat. Ada yang mengatakan, adh-dha’fu dengan huruf dhad berharakat fathah artinya lemah akal sedangkan jika dengan huruf dhad berharakat dhammah, maka artinya adalah lemah fisik.

Allah Azza wa Jalla banyak menerangkan masa lemah yang pertama pada manusia, yaitu sejak Allâh menciptakannya dalam perut ibu. Allah berfirman :

أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ﴿٢٠﴾فَجَعَلْنَاهُ فِي قَرَارٍ مَكِينٍ﴿٢١﴾إِلَىٰ قَدَرٍ مَعْلُومٍ﴿٢٢﴾فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina ? Kemudian Kami meletakkannya dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah Sebaik-baik yang menentukan. [al-Mursalat: 20-23]

Lemah di fase awal ini adalah nuthfah, setetes air mani yang tidak memiliki kekuatan apapun, tidak memiliki daya upaya apapun kalau bukan karena Allah yang menggerakkan dan menghendaki mani tersebut bergerak dan meletakkan dalam rahim seorang wanita tentu manusia tidak akan lahir ke dunia. Sehingga secara umum fase pertama ini adalah fase ketika manusia berada di kandungan ibunya.

Kata ضَعْفٍ (lemah) diulang sebanya tiga kali dalam ayat ini, dan tiga kata tersebut semuanya berbentuk nakirah. Dalam kita mabahits fii ulumil qur’an karya Syeikh Manna’ Al-Qathan disebutkan bahwa apabila kedua-duanya isim nakirah maka yang kedua umumya bukan yang pertama. Sehingga meskipun katanya sama tapi memiliki makna yang berbeda-beda.

Pada ayat di atas, tiga kata adh-dha’fu (lemah) memiliki makna berbeda. adh-dha’fu yang pertama adalah nutfah (air mani) atau saat masih berada dalam kandungan, kata adh-dha’fu yang kedua adalah masa kanak-kanak hingga memasuki usia tamyiz, dan kata adh-dha’fu yang ketiga adalah masa tua.

Fase pertama adalah nutfah (air mani) yang secara keseluruhan fase ini terdiri dari dua tahapan yaitu pemilihan pasangan dan masa kehamilan hingga kelahiran anak.

1. Pemilihan Calon Pasangan

Fase kehidupan pertama dalam ayat ini adalah nutfah, kita masih dalam wujud air mani. Sehingga jika dikaitkan dengan konsep pendidikan maka sesungguhnya mendidik anak itu bukan dimulai saat lahir tetapi saat memilih pasangan. Pendidikan dimulai dari sini, mencari bibit dan ladang terbaik. Dimulai dari memilih pasangan.

Islam adalah agama keluarga, selalu menetapkan keterlibatan seorang mukmin dalam keluarganya dan kewajibannya dalam rumah tangga. Keluarga Muslim adalah benih dari masyarakat islam.

Diantara hal-hal yang membantu seorang Ayah dalam memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya adalah isteri yang salehah yang mengerti akan tugas-tugasnya dan mengerjakan tugas-tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. I

Sesungguhnya, sebaik-baik pilihan dalam menikahi seorang wanita adalah karena agamanya, kesalehannya dan tobatnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.”

Kepemilikan takwa yang tampak pada diri anak kebanyakan karena mengikuti kedua orangtuanya atau salah satunya atau pamannya. Ada petunjuk kenabian yang menunjukkan hal ini dalam hadits

“Pilihlah tempat menanam nutfahmu (istri), karena pengaruh keturunan itu sangat kuat.” (HR. Abu Dawud)

Berpijak dari prinsip seperti ini, shahabat Utsman bin Abi Al-`Ash Ats Tsaqafi mewasiatkan kepada anak-anaknya untuk memilih air mani yang baik dan menjauhi sumber mani yang buruk.

Beliau berkata kepada anak-anaknya, “Wahai anakku yang hendak menikah dan menanam, hendaklah seseorang itu melihat di mana ia akan tanam tanamannya, sebab akar yang jelek sedikit sekali yang membuahkan hasil. Maka pilihlah meskipun memerlukan waktu yang lama.

Sebagai penekanan tentang urusan memilih ini, maka shahabat Umar bin Al-Khattab menjawab pertanyaan seorang anak yang bertanya tentang apa hak anak dari orang tuanya, beliau menjawab, “Memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang baik, dan mengajarinya Al-Qur’an.”

Slide1

2. Aktivitas “Hubungan” Suami Istri

Proses pendidikan anak dimulai dari sini, maka perhatikan Adab-Adab syar’i dalam aktivitas ini. Jangan lupakan doa-doa kebaikan untuk anak kita. Berdoa agar dikaruniakan keturunan yang shalih bahkan jauh sebelum anak kita lahir.

Berikut merupakan doa-doa yang tersebut dalam Alquran dan juga hadis yang berkaitan dengan permintaan dikaruniai anak/keturunan yang shalih.

Doa Nabi Ibrahim a.s. Meminta Anak Soleh, “Robbi hablii minash shoolihiin.” (Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh) (Q.S. Ash-Shaffaat: 100).

Doa Nabi Dzakariya a.s. Meminta Anak yang Baik, “Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa.” (Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa,” (Q.S. Ali Imron: 38).

Doa Meminta Kebaikan pada Anak dan Istri

Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa.”

“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. al-Furqon: 74).

3. Masa Kehamilan

Ini adalah periode sebelum anak terlahir atau ketika masa kehamilan. Di dalam Al Qur’an banyak didapati ayat-ayat yang menjelaskan perkembangan janin dalam alam rahim ini secara rinci, tahap demi tahap penciptaannya hingga menjadi makhluk yang paling ‘sempurna’ kejadiannya (ahsani taqwin).

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian setelah itu, sungguh kamu pasti mati. Kemudian, sungguh kamu akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari kiamat.” (Qs. Mukminin :12-16)

Kapan Ruh ditiupkan?

Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda,

Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Dari sini kita mengetahui bahwa ruh ditiupkan pada janin di 40 hari ke-3 ( usia 4 bulan janin). Maka disinilah pendidikan tauhid aqidah pada anak sudah dimulai.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (16: 78)

Dalam Ayat tersebut memberi isyarat bahwa Indra yang pertama kali berfungsi adalah pendengaran, penglihatan kemudian hati.

Sehingga stimulasi yang harus didahulukan dan diutamakan adalah berkaitan dengan pendengaran, antara lain :

(1) Tilawah, ibu mengaji rutin setiap hari bergantian dengan ayah untuk diperdengarkan kepada janin

(2) Meruqyah diri sendiri ketika hamil

(3) Murattal AlQur’an, perdengarkan AlQur’an sepanjang hari di rumah, hindarkan dari musik.

Dalam fase ini secara fisik dan akal masih sangat lemah karena semua pertumbuhan janin bergantung pada ibu (sari pati makanan diperoleh dari ibu melalui tali pusat), dan secara kondisi ruhiyyah pun tergantung dari kondisi sang ibu. Itulah mengapa sangat perlu diperhatikan nafkah (makanan) yang masuk dalam perut ibu bukan hanya masalah gizi makanan tapi juga dalam perkara halal dan haram karena akan berpengaruh pada janin baik untuk perkembangan fisik maupun jiwanya. Begitu pun aktifitas ruhiyah ibu akan sangat berpengaruh pada janin, salah satu contohnya adalah interaksi ibu dengan Al-Qur’an.

 

Fase Kedua

Kemudian berlanjut dengan adanya huruf ثُمَّ (kemudian). Kata ثُمَّ menunjukkan tarakhi, rentang waktu yang lama, atau masa jeda yang cukup. karena memang masing-masing fase memiliki rentang waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun. Setelah itu muncul kata جَعَلَ (menjadikan). Ja’ala bermakna menjadikan, meletakkan, atau secara makna bisa juga berarti menyatukan setelah memisahkan makhluk. Makna ini sesuai dengan redaksi ayat selanjutnya yaitu fase kedua dalam hidup manusia, yaitu fase kanak-kanak saat ia sudah dilahirkan. Setelah nuthfah ayah dan ibu dipertemukan dalam ikatan pernikahan.

Dalam buku lathoiful qur’an wal ‘arobiyyah dijelaskan bahwa segala yang Allah sebut setelah kata ja’ala dan segala kata turunannya menjadikan segala sesuatu tersebut menjadi sangat penting, dan kita berkewajiban untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. Dalam ayat ini kata yang muncul setelah ja’ala adalah kata ضَعْفٍ (lemah), yaitu fase lemah yang kedua, artinya ini adalah fase yang harus sangat kita perhatikan karena pentingnya fase kedua ini. Kata ضَعْفٍ kedua juga menggunakan isim nakirah yang menunjukkan jenis, disini jenis kelemahan dalam fase kedua adalah lemah akal dan fisiknya.

Fase lemah yang kedua adalah masa thufuliyyah (kanak-kanak), dari mulai usia nol tahun sampai ia memasuki usia tamyiz.

Fase ini dimulai saat persalinan dan periode sekitarnya (7-12 hari pasca kelahiran). Proses pendidikan pada masa ini dilakukan dengan cara :

1. Mengumumkan kelahiran anak (laki – perempuan)

Ini bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliyah, jika anak perempuan lahir mereka menyembunyikan beritanya bahkan kemudian membunuhnya.

2. Memberi ucapan selamat dan doa keberkahan

Do’a ini merupakan penghormatan dan penghargaan untuk anak.

3. Adzan dan Iqamah

4. Mentahnik Bayi

Mentahnik dengan kurma atau madu (akan tetapi madu tidak disarankan karena sifat zat madu adalah panas). Cara mentahnik yaitu pertama ayah mengunyahkan kurma sampai lembut, kemudian diambil dan ditempelkan ke langit-langit mulut anak. Tahnik ini membantu proses menyusu pada anak dan merangsang hormon pengecap.

5. Memberi nama yang indah dan terbaik

Nama-nama yang disukai Allah adalah nama-nama yang ada unsur penghambatan kepadaNya, nama yang paling Allah sukai adalah Abdullah dan Abdurrahman.
Nama yang baik adalah hak anak dan kewajiban orang tua, nama adakah bentuk doa untuk anak. Maka jika nama anak memiliki arti yang jelek gantilah menjadi nama yang baik, seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap beberapa sahabat.

6. Melakukan Aqiqah

“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR. Abu Dawud]

Aqiqah dilakukan pada hari ke-7, ke-14, ke-21 atau jika tidak mampu sampai ada kelapangan pada orang tuanya. Untuk anak laki-laki dua dan anak perempuan satu ekor kambing. Kemudian mencukur rambut dan bersedekah senilai dengan perak (rambut bayi ditimbang dan disedekahkan senilai dengan perak).

7. Khitan dan menindik daun telinga anak perempuan

Sebagian ulama berpendapat bahwa mengkhitan anak dilakukan bersamaan dengan aqiqah saat berusia 7 hari. Sebagian lagi tidak membatasi usia khitan anak. Khitan ini untuk laki-laki dan perempuan, hukumnya sama. Hikmah mengkhitan bagi perempuan adalah untuk menekan nafsu birahinya.

 

Tahap selanjunjutnya masa penyusuan. fase 0-2 tahun ini merupakan fase penyusuan sempurna. Menyusu langsung agar ia mendapatkan kenyamanan dan ikatan hati. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 233,

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

( 233 ) Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Mari kita perhatikan kalimat awal dari ayat ini

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْن :

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh.

Kata الْوَالِدَاتُ adalah bentuk jamak dari orangtua (wanita) , akar katanya adalah ولادة yang bermakna kelahiran, jadi ibu yang dimaksud dalam ayat ini adalah ibu yang berkaitan dengan kalahiran anak yaitu ibu kandungnya.

Sedangkan kata يُرْضِعْنَ adalah kata kerja dengan bentuk fi’il mudhori. Ini adalah bentuk kata kerja untuk menunjukkan perbuatan masa sekarang dan yang akan datang.

Melalui ayat ini Allah memerintahkan para Ibu untuk menyusui anak-anaknya secara berkelanjutan, sejak awal kelahiran sampai masa sempurna penyusuan. Di sini pemakaian kata kerja “menyusui” menunjukkan yang diperintahkan Allah bukan sekedar anak mendapatkan ASI dua tahun, tetapi para ibu sebagai subjek dari kata kerja ini melakukan proses pemberian ASI secara lansung kepada bayinya.

Karena yang dipakai dalam AlQur’an adalah kata menyusui secara lansung, karena secara istilah al-radha’a bermakna menyusui baik itu untuk manusia ataupun binatang. Sehingga seorang ibu yang memberi ASI selama dua tahun belum syar’i jika tanpa menyusui secara lansung.

Kemudian dalam Surat Luqman ayat 14,

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Dalam ayat ini Allah Ta’ala menggunakan lafadz ٌعَام bukan lafadz ٌسَنَة, dimana lafadz عام mengandung makna tahun yg subur dan baik (sejahtera). Sedangkan سنة mengandung makna tahun yang gersang dan krisis.

Untuk para ibu dan ayah maksimalkanlah waktu 2 tahun ini, untuk mengasuh dan memberikan ASI dan perhatian yang hangat. Karena Allah mensifati dua tahun ini dengan tahun yang subur dan sehat. Jangan sampai di dua tahun usia (masa asuhan) ini bayi malah merasakan سنتين (sanatain) tahun yang gersang dan krisis. Dikarenakan ibu atau ayah tidak ada perhatian, baik kepada sang bayi, atau perhatian antara ayah ibunya.

Aktivitas menyusui apabila disertai dengan niat yang baik dan mengharap keridhaan Allah, tentu akan memberikan hasil yang optimal dengan seizin Allah. Oleh karena itu, diriwayatkan bahwa ‘Amr bin Abdillah berkata kepada istrinya yang sedang menyusui bayinya, “Janganlah engkau menyusui bayimu seperti hewan menyusui anaknya. Hewan pun menyusui anaknya karena kasih sayang. Akan tetapi, susuilah bayimu dengan niat mengharapkan ridha Allah dan agar dengan air susumu ini hiduplah seorang makhluk yang mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-Nya.”

Slide4

Begitu pun ketika masuk masa penyapihan, jika menyusui adalah syari’at islam maka demikian pula dengan penyapihan ia adalah syari’at islam sebagai mana dalam surat al-baqarah ayat 233 dan surat luqman ayat 14.

Adapun jika kita melaksanakan sesuai dengan panduan nash dalam Al-Qur’an maka kita mendapatkan keutamaan dan pahalanya. Memang tidak diharamkan menyusui lebih dari dua tahun karena hukum asal semua perkara dunia adalah mubah. Namun kembali lagi maka jika ingin mendapatkan keutamaannya maka menyapih saat usia tepat dua tahun lebih utama. Dan pun diperbolehkan kurang dari itu jika terjadi hal yang dhorurot sehingga ibu tidak bisa lanjut menyusui sang anak.

Tentu islam mengajarkan berlemah lembut dan berkasih sayang terhadap anak. Maka memutus masa penyusuan atau penyapihan tentulah tidak tiba-tiba, ada proses sebelum masuk usia dua tahun. Salah satunya dengan dialog iman, atau bisa juga pakai istilah sounding dahulu, mengurangi intensitas menyusui sebelum masuk usia dua tahun untuk proses pembiasaan, tidak memakai cara berbohong pada anak. Sehingga yang dilakukan harus dengan cara-cara yang ahsan. Ada riwayat dari seorang tabi’in larangan menyusui lebih dari 2 tahun: “Dari Ibrahim, bahwa Alqamah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menyusui bayinya setelah 2 tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia setelah itu”.”

Larangan beliau di sini bukanlah pengharaman akan tetapi menyusui 2 tahun lebih utama karena itulah nash dari AlQur’an.

Di fase ini kanak-kanak ini kebutuhan masih sangat bergantung pada kedua orangtuanya terutama Ibu, dan di usia nol sampai menginjak usia tamyiz ini pusat pendidikan adalah di rumah bersama dengan orang tuanya. Ayah dan Ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Slide5

Dan fase ini adalah fase untuk orangtua dalam mengajarkan tauhid. Pengokohan tauhid artinya mengokohkan akar, fase ini sangat penting karena jika fase ini anak sudah kuat akarnya maka untuk memasuki fase selanjutnya akan lebih mudah biidznillah. Masa ini adalah waktu persiapan dan pembekalan pada anak. Kita bisa mengambil contoh dari kehidupan rasulullah saat masih kecil ketika beliau dibesarkan dilingkungan bani sa’ad.

Masa Golden Age dalam perspektif Ibnu qoyyim berlangsung dari usia 2-15 tahun. Proses pendidikan pada masa ini memasuki fase-fase yang sangat penting karena potensi fisik dan psikisnya sudah mulai terbentuk dan tumbuh. Pembahasan diperinci ke dalam beberapa periode :

2-5 tahun : Masa Persiapan

5-7 tahun : Masa Pembekalan

7-10 tahun : Masa Pembiasaan

10-15 tahun : Masa Pembentukan

Masa persiapan (2-5 tahun)

a. Lingkungan keluarga sebagai madrasah pertama

Ayah sebagai kepala sekolah dan ibu sebagai gurunya. Tetapi bukan hanya ayah dan bunda yang punya peran pendidikan, setiap orang-orang yang ada dalam keluarga memiliki peran pendidikan bahkan pembantu rumah tangga. Maka setiap anggota harus memainkan perannya dalam pendidikan anak.

b. Ayah ibu sebagai murabbi

Fungsi ini harus memenuhi 3 unsur pendidikan :

  1. Murabbi : yang memainkan peran Tarbiyah (pertumbuhan fisik)
  2. Mualim : peran ta’lim (transfer pengetahuan)
  3. Muadib : peran ta’dib (Adab,etika, dan akhlak sebagai puncak keilmuan).

Ayah dan bunda harus belajar tiga proses pendidikan ini.

c. Lingkungan Pedesaan

Mengambil dari kisah hidup Rasulullah ketika masih kecil beliau dibesarkan dalam lingkungan Bani sa’ad. Kehidupan pedesaan ini mengajarkan kesetaraan, kerendahan hati dan ketawadhu’an pada anak.

d. Mengajarkan Tentang Hak-hak Allah dan Orang Tua

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman :13).

Sebagaimana kita tahu tonggak pertama seseorang adalah iman. Karena itu seorang anak pertama kali haruslah diberi pengetahuan akan iman, agar selalu mendekat pada Ilahi.

e. Berbakti kepada orang tua (Ayah dan Ibu)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapkanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1]. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14).

f. Menjauhkan dari Hal-hal Negatif

Hal-hal negatif ini dalam bentuk sifat, lingkungan dan tontonan yang negatif
Salah satunya dengan membentengi keluarga kita dari pengaruh (fitnah) televisi dan gadget.

g. Menjauhkan dari sifat yang berlebih-lebihan

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah:

“Betapa banyak manusia yang membinasakan anaknya dan merugikannya didunia dan akhiratnya dengan menelantarkan (pendidikan)nya, tidak mengajarinya adab, bahkan membantunya dalam menuruti semua keinginannya, ia menyangka bahwa hal itu adalah bentuk memuliakannya padahal justru menghinakannya, dia anggap itu bentuk kasih sayang padahal justru itu adalah kedzaliman, ia telah luput dari memberikan manfaat kepada anaknya, dan meluputkan darinya bagiannya didunia maupun akhirat, maka jika engkau mengambil pelajaran dari kerusakan moral anak-anak, maka engkau akan dapati kebanyakan sebabnya adalah dari orang tuanya.”

h. Menjauhkan dari Makanan dan Minuman yang Merusak Akal

i. Mengokohkan Bahasa Ibu dan Memulai dialog Iman

Slide6

Fase Ketiga

Selanjutnya masuk pada fase yang ketiga yaitu pada kata قُوَّةٍ (kuat), kata kuat disini menggunakan isim nakirah yang menunjukkan jenis kekuatan, jenis kekuatan yang dimiliki dalam fase ini adalah secara fisik dan secara akal pun di fase ini kematangan akalnya sudah mulai berkembang. karena itulah ketika memasuki usia tamyiz anak-anak mulai bisa membedakan benar dan salah. Mereka pun sudah bisa diajak berdialog. Kata قُوَّةٍ (kuat) dalam ayat ini diulang sebanyak dua kali, keduanya dalam bentuk nakirah dan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalm kitab mabahits fii ulumil qur’an bahwa ketika kedua-duanya nakirah maka yang kedua umumnya bukan yang pertama. Sehingga makna kuat pada ayat ini berbeda. Kata قُوَّةٍ yang pertama adalah masa tamyiz hingga memasuki usia baligh, dan قُوَّةٍ yang kedua adalah ketika Ar Rush (dewasa). Sehingga jenis kekuatan yang dimaksud dalam ayat ini pun berbeda, yang pertama lebih kepada kekuatan jasad/fisik dan yang kedua atau fase keempat adalah kekuatan akal.

Fase ketiga dari mulai usia tamyiz hingga memasuki usia baligh. Jumhur ulama bersepakat bahwa usia tamyiz adalah antara usia 6 hingga 7 tahun. Usia 7 tahun ini diberi tempat khusus, yaitu diperintahkan untuk sholat secara benar. Pada usia 7 tahun ini pembiasaan ibadah benar-benar diperhatikan dengan keteladanan dari orang tuanya. Anak mulai diajarkan kedisiplinan dan kemandirian dalam ibadah dengan pendampingan orang tua. Anak mulai diajarkan fiqih ibadah (thaharah, shalat dan puasa). Di usia ini pun anak sudah mulai bisa diajarkan olahraga sunnah seperti memanah dan berkuda karena keseimbangan tubuhnya sudah sempurna tidak seperti saat balita.

Masa Pembekalan (5-7 tahun)

a. Belajar Baca Tulis Al-Qur’an dan Menghafalnya

AlQur’an adalah ilmu yang pertama dan utama yang harus diajarkan kepada anak. Yang pertama harus dilakukan adalah menghafal Alquran dan memahaminya.

Ada 3 ilmu yang harus diajarkan kepada anak dengan urutan sebagai berikut :

(1) Al Qur’an

(2) Hadits

(3) Bahasa (Terutama Bahasa Arab)

b. Belajar Fiqih Ibadah. Doa-doa harian, wudhu, dan sholat

c. Latihan Keterampilan. Berenang, memanah, dan berkuda

d. Membekali Akhlak dan Adab

Masa pembiasaan 7-10 tahun

  1. Mengokohkan Tauhid
  2. Qiyamul Lail Sebagai Karakter Hidup
  3. Menjaga Pergaulan Anak Laki-laki dan Perempuan
  4. Tanggung Jawab

Masa Pembentukan 10-15 tahun

Diusia ini anak harus sudah mandiri dan mulai matang akalnya. Untuk bekal dia menghadapi masa taklif (pembebanan syari’at).

Fase ini adalah masa pengokohan tauhid, akhlak dan adab, serta keterampilan fisik dan mental. Anak sudah harus matang saat usia 15 tahun, karena di usia ini Rasulullah sudah tidak membedakan dengan orang dewasa, sudah disyariatkan berjihad fi sabilillah.

Antara fase kedua dan ketiga tidak ada kata ثُمَّ sebagai penghubung menunjukkan bahwa kedua fase tersebut cukup berdekatan. Sedangkan memasuki fase keempat kembali muncul kata ثُمَّ yang menunjukkan adanya rentang yang cukup lama. Karena memang demikian usia dari fase kanak-kanak menuju usia dewasa baligh dan ar rush memang ada waktu cukup panjang. Maka disini butuh keasabaran dan keyakinan yang panjang, itulah bekal kita mendidik anak.

Di fase ini orang tua harus menyiapkan agar anak siap memasuki fase kekuatan yang keempat. Anak disiapkan untuk menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. Sehingga ketika memasuki fase ke empat ia tidak kembali menjadi pribadi yang lemah.

 

Fase Keempat

Fase ke empat yaitu قُوَّةٍ (kuat), yaitu fase dewasa. Kata ini berbentuk nakirah yang menujukkan jenis, jenis kekuatan, yang utama menerut alqurtubi disini adalah puncak kekuatan akal. Kata قُوَّةٍ yang kedua didahului dengan kata ja’ala. Hal ini menunjukkan bahwa fase ini juga menjadi fase yang sangat penting, karena ini adalah fase kekuatan puncak yang disebut sebagai pemuda.

Fase keempat ini dimulai dari masa baligh (baligh, berakal, Ar rusyd). Ini adalah fase dewasa, dan fase dewasa ini pakar pendidikan Dr. Khalid asy Syantut membagi fase ini menjadi dua yaitu fase dewasa awal dari mulai usia pemuda 15 tahun hingga 40 tahun yang disebut dengan Syab. Dan dewasa akhir yaitu usia 40 tahun hingga 60 tahun disebut dengan kuhl.

Pemuda (syabab) yang terdiri dari kata sya-ba-ba bermakna kuat, muda, baru, indah dan berkembang). Masa dewasa menurut para fuqoha dimulai sejak baligh, dimasa ini sudah diperhitungkan amal ibadah layaknya orang dewasa (taklif syar’i). Dengan pembiasaan ibadah dan akhlak pada fase sebelumnya, fase baligh ini sudah saatnya memanen hasilnya. Anak sudah punya kewajiban ibadah. Jika pembiasaan pada fase sebelumnya berjalan dengan baik, maka pada fase ini anak akan melaksanakan kewajibannya dengan kesadaran sendiri.

Banyak orang beranggapan bahwa usia baligh ini usia labil dimana anak susah diatur. Padahal sebagai qurrota a’yun, di segala usia anak fitrahnya menyejukkan pandangan orangtua. Manisnya iman atas pendidikan yang benar dalam fase sebelumnya bisa dilihat di fase ini. Namun perlu dijaga dan dinasihati agar tetap menjaga Allah dalam setiap aktivitasnya.

Setelah melewati masa baligh anak melewati masa ar rush yang maknanya cerdas (pandai memelihara harta), sebagaimana dalam surat an-Nisa’ ayat 6.

Pada usia ini, pemuda harus sudah siap berdaya guna. Tidak ada istilah usia remaja sebagaimana umumnya digambarkan sebagai usia yang labil dan susah diatur. Dalam masa kejayaan Islam, rata-rata pemuda 19 tahun sudah bisa menjadi orang hebat bahkan ulama besar. Begitu pula seharusnya masa kini.

Beri kesempatan yang luas untuk ia mengembangkan diri. Mencari ilmu dan berkarya walau ke belahan dunia lain. Tentunya dengan bekal iman yang telah tertanam kuat di fase-fase sebelumnya. Jangan terbalik, di usia kanak-kanak anak diserahkan kepada orang lain, di usia baligh hingga rusyd anak dikurung di rumah dengan alasan orangtua belum rela melepasnya atau menjaganya dari lingkungan luar.

Usia 0-5 dalam didikan penuh ayah dan ibunya. Usia 5-12 kedua orangtua masih berperan besar dalam tanggung jawab mendidik anak. Perbandingannya 60% didikan orang tua, 20% sekolah, 20% lingkungan. Usia baligh hingga ar-rusyd beri kesempatan merea untuk bersosialisasi dan berkembang lebih luas.

Indikator usia pemuda ada tiga: mampu menyimpan, membelanjakan, dan mengembangkan uang. Jika sudah bisa melaksanakan indikator tersebut, maka di usia ar rusyd ini ia sudah bisa menerima beban tanggung jawab, termasuk menikah. Jika ia sudah mampu dalam ketiga indikator tersebut, maka nikahkanlah agar bisa berkarya lebih besar.

Rasulullah memperlakukan anak usia 15 tahun layaknya laki-laki dewasa, termasuk usia jihad. Tengoklah kisah Samurah bin Jundub, Usamah bin zaid, Abdullah bin Umar,dll.

Muhammad Quthb menuturkan, “Satu hal yang menarik perhatian pada masa baligh ini, shalat dan puasa menjadi wajib padahal sebelumnya hanya sebagai kebiasaan saja. Ini mengisyaratkan kepada para pemuda dan pemudi, taklif berasal dari Allah yang bisa mendatangkan pahala dan siksa selain taklif syar’i. Manhaj islam juga membebankan taklif duniawi. Sejak itu para pemuda sudah bertanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat, sebagai lelaki dewasa. Bertindak layaknya orang dewasa dan memikul tanggung jawab seperti halnya orang dewasa. Saat itu pula para pemudi sudah bertanggung jawab mengurus keluarga yang menjadi medan utamanya, sudah memasuki alam kedewasaan, dan memikul tanggung jawab serta kewajiban seperti halnya wanita dewasa.”

 

Fase Kelima

Fase terakhir ini adalah masa tua dikatakan di ayat ini dengan kata ضَعْفٍ (lemah) dan lagi-lagi menggunakan nakirah yang menunjukkan jenis kelemahan yaitu lemah dari sisi fisik dan akal. Fase ini dimulai dari usia 60 tahun ke atas. Fungsi akal mulai menurun, mulai pikun, pelupa. Dalam ayat ini ditandai dengan kata وَشَيْبَةً (dan beruban) yang menjadi salah satu ciri seseorang masuk ke usia tua, namun tidak selalu demikian.

Di usia ini pun langkah dan tekad sudah mulai semakin melemah karena lemahnya fisik dan akal.

Kemudian ayat ini ditutup dengan kalimat يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْقَدِيرُ (Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa).

Allah menciptakan sesuatu yang dikehendaki berupa kelemahan, kekuatan, masa muda dan masa tua. Dialah Dzat yang Maha Mengetahui makhluknya dan Maha Kuasa atas sesuatu yang dikehendaki.

Sesuai kebijaksanaan-Nya. Termasuk kebijaksanaan-Nya adalah Dia memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya kekuatan mereka yang diliputi oleh dua kelemahan; ketika kecil dan ketika sudah tua, di mana hal ini menunjukkan kekurangannya. Pun dengan kata lemah yang diulang sebanyak tiga kali dan kuat sebanyak dua kali menunjukkan bahwa fitrahnya atau hakikatnya manusia adalah makhluk yang lemah. Jika bukan karena penguatan dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala, tentu dia tidak akan sampai pada usia kuat dan memiliki kemampuan. Di samping itu, jika kekuatannya semakin bertambah, tentu dia akan bersikap sombong dan melampuai batas serta berbuat yang semena-mena. Selain itu, agar manusia mengetahui sempurnanya kemampuan Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang senantiasa kekal, di mana dengan kemampuan-Nya Dia menciptakan segala sesuatu, mengatur segala urusan tanpa merasakan kelemahan dan kelelahan.

Slide9

 

Allahu a’lam..

Ambi Ummu Salman

Depok, 11 Agustus 2020

 

Sumber:

  1. Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir jilid jilid 14, Pustaka Imam Syafi’i
  2. Imam al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi jilid 14, Pusaka Azzam
  3. Amru Khalid, Khowatir Qur’aniyyah, Al-I’tishom
  4. Syaikh Manna’ Al-Qathan, Dasar-dasar ilmu Al-Qur’an. Ummul Qura
  5. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku, Pustaka Imam Syafi’i

 

 

 

 

Add Comment