Tadabbur Ayat-Ayat Penyapihan Dalam Al-Qur’an

Bismillahirrahmanirrahim…

Setelah sebelumnya kita tadabbur tentang ayat yang membahas tema menyusui. Kali ini kita akan berlanjut membahas tentang ayat-ayat yang membahas tentang penyapihan. Dalam pendidikan anak fase penyapihan ini akan kita lewati setelah melalui proses penyusuan. Dalam Al-Qur’an ada 3 ayat dalam 3 surat yang berbeda yang berbicara tentang penyapihan, antara lain: surat Al Baqarah ayat 233, surat Luqman ayat 14, dan surat Al Ahqaf ayat 15.

Qs. Al-Baqarah Ayat 233

وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

 

Dalam surat Al- Baqarah ayat 233, disebutkan bahwa masa menyusui yang sempurna adalah dua tahun. Penyebutan حَوْلَيْنِ (dua tahun) yang diperkuat dengan kalimat كَامِلَيْنِ (penuh atau sempurna keduanya) bentuk mutsanna yang berasal dari kata kaamil yang bermakna sempurna, Allah mensifati dua tahun dengan sifat yang sempurna. Bertujuan agar lafadz حَوْلَيْنِ tersebut tidak dipahami satu tahun atau lebih dari dua tahun.

Jadi menyusui dalam islam disifati sempurna ketika sudah mencapai dua tahun. Dan diusia inilah Allah memerintahkan untuk menyapih. Setelah masa dua tahun ini Allah membimbing untuk mulai menyapih anak sebagaimana dalam surat Lukman ayat 14 dan surat Al Ahqaf ayat 15.

Masa dua tahun adalah masa kesempurnaan susuan seorang ibu kepada anaknya. Ini adalah isyarat bahwa pendidikan anak dua tahun itu ada dipangkuan ibunya, untuk itu ibu harus fokus dalam proses menyusui ini.

لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ : yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

Kata أَرَادَ Merupakan fi’il madhi dalam bentuk mudzakar (laki-laki). Ada perpindahan makna dari yang sebelumnya jama’ muannats menjadi mufrat mudzakar, sehingga lanjutan ayat ini merujuk pada peran suami. Artinya bahwa pada dasarnya keputusan mengenai lama penyusuan itu ada di tangan suami. Sehingga kita tidak boleh menghilangkan peran suami sebagai qowwamah yang akan mengambil keputusan pada proses dan lamanya masa penyusuan anak. Sehingga menyusui dan menyapih tidak hanya menjadi tugas seorang ibu namun juga tugas ayah yang tetap harus menjalankan qowwamah-nya. Dan pengambilan keputusan tetap tidak sepihak dari sisi ayah saja namun Allah tetap memerintahkan keputusan mengenai penyapihan anak diambil dengan musyawarah kesepakatan suami istri,”Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.”

 

Qs. Luqman ayat 14

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

 

Dan kalimat وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ yang maknanya, penyapihannya pada waktu habis masa dua tahun. Maksud al fishal adalah sapih. Artinya, Dia mengungkapkan dengan tujuan dan akhirnya. Contohnya adalah انفصل عن كدا (dia terpisah atau berbeda hari ini). Dengan demikian, anak yang telah disapih disebut al fashiil.

Di sini terkandung dalil bahwa batas maksimal masa menyusui adalah selama dua tahun.

Para ulama sepakat tentang dua tahun masa menyusui bahwa ini terkait dengan hukum dan nafkah. Batas maksimal masa penyusuan menyangkut hukum-hukum nafkah dan munculnya ikatan kemahraman karena penyusuan adalah sampai usia bayi dua tahun. Pembatasan masa penyusuan yang berkaitan dengan ikatan kemahraman melalui jalur penyusuan sampai usia bayi dua tahun adalah pendapat ulama selain imam Abu Hanifah, sedangkan imam Abu Hanifah sendiri berpendapat tiga puluh bulan dengan berdasarkan pada surat al Ahqaaf ayat 15.

Dalam ayat ini Allah Ta’ala menggunakan lafadz ٌعَام bukan lafadz ٌسَنَة, dimana lafadz عام mengandung makna tahun yang subur dan baik (sejahtera). Sedangkan سنة mengandung makna tahun yang gersang dan krisis.

Untuk para ibu dan ayah maksimalkanlah waktu 2 tahun ini, untuk mengasuh dan memberikan ASI serta perhatian yang hangat. Karena Allah mensifati dua tahun ini dengan tahun yang subur dan sehat. Jangan sampai di dua tahun usia (masa asuhan) ini bayi malah merasakan سنتين (sanatain) tahun yang gersang dan krisis. Dikarenakan ibu atau ayah tidak ada perhatian, baik kepada sang bayi, atau perhatian antara ayah ibunya.

 

Qs. Al- Ahqaf ayat 15

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.

 

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menjadikan ayat ini, juga firman-Nya dalam surat Al- Baqarah ayat 233 dan Luqman ayat 14, sebagai dalil bahwa masa minimal kehamilan adalah selama enam bulan.

Hal ini merupakan kesimpulan kuat lagi shahih yang disetujui oleh Utsman dan Sekelompok Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Muhammad bin Ishaq bin Yasar meriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah al-Juhani, ia berkata: “Ada seorang laki-laki dari kami menikahi seorang wanita dari suku Juhainah, lalu wanita itu melahirkan seorang anak untuknya dalam waktu enam bulan penuh. Kemudian suaminya itu berangkat menemui Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, dan menceritakan peristiwa itu kepadanya, lalu Utsman mengutus seseorang kepadanya. Setelah wanita itu berdiri untuk memakai bajunya (bersiap-siap), saudara perempuannya menangis, maka ia bertanya: ‘Apa yang menyebabkanmu menangis?’ ‘Demi Allah, tidak ada seorang pun dari makhluk Allah Ta’ala yang menggauliku kecuali dia (suaminya), sehingga Allah menakdirkan (bagi kami anak) yang dikehendaki-Nya.

Setelah ia dibawa menghadap Utsman bin ‘Affan, maka Utsman menyuruh agar wanita itu dirajam. Hingga akhirnya berita itu terdengar oleh Ali bin Abi Thalib, lalu Ali mendatangi Utsman dan berkata: ‘Apa yang telah engkau lakukan?’ Utsman menjawab: ‘Ia telah melahirkan tepat enam bulan. Apa mungkin hal itu terjadi?’ Maka’Ali bin Abi Thalib bertanya: ‘Tidakkah engkau membaca al-Qur’an?’ ‘Ya’ jawab Ustman. Ali berkata: ‘Tidakkah engkau pernah mendengar Allah subhanahu wata’ala berfirman: وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهْرًا

Dari 30 bulan itu, tersisa 6 bulan jika diambil 2 tahun (24 bulan),’ lanjut Ali. Kemudian Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Demi Allah, aku tidak memahami ini.’ ‘Bawa kemari wanita itu, ‘tetapi orang-orang menemukan wanita itu telah selesai dirajam.” Lalu Ma’mar berkata: “Demi Allah, tidaklah burung gagak dengan burung gagak atau telur dengan telur itu serupa melebihi keserupaannya dengan ayahnya.” Setelah ayah anak itu melihatnya, maka ia berkata: “Anakku, demi Allah, aku tidak meragukannya lagi.”

 

Setelah Memperhatikan tiga ayat di atas kita mendapati bahwa Jumhur Ulama bersepakat bahwa lama masa penyusuhan adalah dua tahun. Dua tahun yang dimaksud di sini adalah dalam hitungan tahun hijriyah (kalau dihitung dalam kalender masehi kira-kira dua tahun kurang dua puluh dua hari). Maka saat memasuki usia itulah pembelajaran kita sebagai Ibu kembali diuji dan begitu pula dengan anak kita, inilah momen pembelajaran yg harus kita lalui.

Menyusui adalah syari’at begitu pun menyapih adalah syari’at islam. Adapun jika kita melaksanakan sesuai dengan panduan nash dalam Al-Qur’an maka kita mendapatkan keutamaan dan pahalanya. Memang tidak diharamkan menyusui lebih dari dua tahun karena hukum asal semua perkara dunia adalah mubah, kecuali datang perkara yang menjadikannya menjadi haram. Namun kembali lagi maka jika ingin mendapatkan keutamaannya maka menyapih saat usia tepat dua tahun lebih utama. Dan pun diperbolehkan kurang dari itu jika terjadi hal yang dhorurot sehingga ibu tidak bisa lanjut menyusui sang anak.

 

Dalam proses penyapihan ada pendidikan iman di dalamnya. Belajar sami’na wa atho’na terhadap setiap perintah Allah dan larangan Allah. Termasuk dalam hal menyapih ini, mungkin ibu dan terutama anak akan merasa tidak nyaman dengan proses ini namun tetap harus dilaksanakan dan ditaati. Maka proses menyapih bisa menjadi proses mendidik anak dalam hal ketaatan kepada Allah Ta’ala. Menyusui dan penyapih karena keimanan dan ketaatan pada Allah itulah yang harus ditanamkan dalam hati orangtua dan diajarkan kepada anak melalui ibunya selama masa proses penyusuan.

Ada riwayat dari seorang tabi’in tentang larangan menyusui lebih dari 2 tahun: “Dari Ibrahim, bahwa Alqamah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menyusui bayinya setelah 2 tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia setelah itu”.”

Larangan beliau di sini bukanlah pengharaman akan tetapi menyusui 2 tahun lebih utama karena itulah nash dari AlQur’an. Namun pendapat saya secara pribadi bahwa menyapih tepat diusia dua tahun adalah salah bentuk pengajaran ketaatan kepada Anak, agar Anak mengenal Rabb-Nya dan mengetahui perintah Rabb-Nya sehingga ia bisa mulai belajar bahwa ketika syari’at turun tugas kita adalah sami’na wa atho’na. Bertemu dan berpisah karena Allah ini adalah salah satu hikmah masa penyusuan dan penyapihan.

 

Poin-poin penting lain yang perlu diperhatikan dalam menyapih antara lain:

  1. Niat
    Setiap amalan tergantung dari niat, maka niatkan ini karena Allah, karena menyapih adalah perintah Allah sebagaimana menyusui. Di akhir ayat 233 surat Al Baqarah Allah berfirman,

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير

ٌ            Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Ujung dari ayat ini berbicara tentang ketakwaan, menujukkan bahwa Menjalankan perintah Allah dalam hal ini adalah perintah menyusui anak hingga dua tahun adalah bentuk ketakwaan kita kepada Allah. Ikhtiar kedua orang tua dalam proses menyusui hingga sempurna ini akan bernilai ibadah jika diniatkan kerena Allah sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah Ta’ala dalam menjalankan perintah dan laranganNya, dan inilah tabiat orang yang bertakwa.

 

  1. Bertahap Dalam Menyapih

Seorang ibu yang menyusui ketika hendak menyapih anaknya maka sebaiknya dilakukan secara bertahap, sehingga tidak membuat si anak merasa kaget. Bahkan, dalam hal ini hendaknya dilakukan pembiasaan terlebih dahulu. Ini bertujuan untuk mencegah keburukan yang ditimbulkan karena perubahan kebiasaan secara tiba-tiba.

Sebagaimana dikatakan oleh Buqrath dalam Fushul-nya: “Penggunaan jumlah yang berlebihan secara tiba-tiba, baik dalam mengisi tubuh ataupun mengosongkannya, memanaskan atau mendinginkannya, atau menggerakkannya dengan gerakan yang di luar kebiasaannya bagaimanapun bentuknya itu sangat berbahaya bagi seseorang. Karenanya, Setiap kali dilakukan dalam kadar yang banyak, hal itu berarti perlawanan terhadap sesuatu yang alami. Sebaliknya, setiap kali dilakukan dalam kadar yang sedikit (secara bertahap) maka hal itu akan lebih terjaga.”

Sehingga sangat perlu diperhatikan oleh para orang tua adalah menyiapkan anak menghadapi proses penyapihan secara berproses dan bertahap. Dimulai dari mengurangi intensitas menyusui anak secara perlahan dan bertahap, bisa dilakukan satu atau dua bulan sebelum anak memasuki usia genap dua tahun sehingga ketika dalam masa sempurnanya anak tidak kaget dan lebih siap.

 

Tentu islam mengajarkan berlemah lembut dan berkasih sayang terhadap anak. Maka memutus masa penyusuan atau penyapihan tentulah tidak tiba-tiba, ada proses sebelum masuk usia dua tahun. Salah satunya dengan dialog iman, atau bisa juga dengan istilah yang sering dipakai yaitu sounding, mengurangi intensitas menyusui sebelum masuk usia dua tahun untuk proses pembiasaan, tidak memakai cara berbohong pada anak. Sehingga yang dilakukan harus dengan cara-cara yang ahsan.

 

  1. Mengontrol Makanan

Sebelum melewati masa penyapihan tentu anak sudah mengkonsumsi makanan di luar ASI ibunya, atau anak sudah mellaui tahapa MPASI. maka fase ini juga perlu diperhatikan untuk mendukukung keberhasilan fase selanjutnya.

Dalam fase ini hal pertama yang perlu diperhatian adalah tentang halal dan toyyib-nya asupan makanan anak kita. kita tidak boleh hanya sekedar memperhatikan kehalalannya saja naum juga harus memperhatikan kadar kebaikan makanan tersebut bagi anak. Perluas pengetahuan kita dengan mengetahui tekstur, bahan, dan kandungan makanan dan minuman yang cocok untuk usia anak. Dengan begitu, setelah lepas ASI, anak pun masih tetap mendapatkan asupan nutrisi yang baik dari makanannya.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah dalam hal porsi makan. Mengisi perut anak-anak dengan asupan makanan sebanyak mungkin merupakan salah satu cara mengurus anak yang buruk, mereka dipaksa untuk banyak makan dan minum. Sebaliknya, cara yang paling baik yaitu dengan mengontrolnya dari kekosongan makanan dan memberi mereka makanan yang tidak mengenyangkan. Hal ini bertujuan untuk memperbagus proses pencernaan mereka dan menstabilkan cairan di dalam tubuh. Di samping itu juga bertujuan untuk mengurangi sisa-sisa materi yang berlebihan di dalam tubuh.

Hal tersebut akan menjadikan fisik mereka sehat dan jarang terkena penyakit, karena sedikitnya zat-zat yang berlebihan di dalam makanan yang mereka konsumsi.

Seorang dokter mengungkapkan: “Saya kagum dengan orang tua yang memberi makan kepada anak-anaknya tidak sampai terlalu kenyang. Hal inilah yang menyebakan postur tubuh mereka menjadi tinggi, badan mereka seimbang, dan sedikit sekali dari mereka yang ditimpa kazaz (penyakit karena kedinginan), begitu juga dengan penyakit hati dan lainnya.”

 

  1. Kesabaran dan Tekad yang Kuat

Sudah bukan rahasia lagi kalau menyusui adalah momen paling romantis bagi ibu dan anak, maka dalam proses menyapih ini pasti akan ada drama-drama yg membuat kita maju mundur dalam menyapih.

Bisa dibilang menyapih ini tidak mudah, jadi dukungan suami akan terasa sangat meringankan proses menyapih ini, karena pastinya kegalauan akan melanda pada ibu dan anak saat proses ini. Tidak hanya dukungan secara emosional. Namun dukungan secara nyata dalam bentuk tindakan akan sangat membantu keberhasilan menyapih. Misal saat begadang malam bisa dilakukan bergantian, ayah memabntu berdialog ke anak, melakukan pengalihan saat anak ingin menetek pada ibunya, dan bentuk dukungan lainnya.

Patuhi komitmen yang dibuat dan disepakati. Dan sediakan kesabaran yang berlapis-lapis, karena proses ini akan cukup menjadi drama bagi ibu dan anak.

Ini adalah bagian dari proses mendidik anak, jadi kalau kita sendiri masih maju mundur, mencla mencle. Bagaimana nanti dengan tantangan pengasuhan yg lain, karena menyapih adalah proses negosiasi dan penanaman kemandirian pertama untuk anak.

 

  1. Segera mulai dan banyak berdoa serta menyandarkan semua pada Allah

Setiap kebaikan itu harus disegerakan, termasuk dalam penyapihan ini, maka jika sudah tiba waktunya jangan sampai kita menunda-nunda lagi. Karena menyapih ini adalah bagian dari ketaatan kita terhadap perintah Allah maka sandarkan semua prosesnya pada Allah, lakukan dengan cara-cara yang baik (yang mendatangkan ridho Allah) agar Allah ridho dengan setiap ikhtiar kita dalam mendidik anak kita termasuk dalam masa penyapihan ini. Mintalah pertolongan Allah karena tanpa-Nya kita bukanlah apa-apa, termasuk dalam proses penyapihan ini karena kemampuan kita sebagai ibu sangat terbatas dan hanya Allah-lah yang memampukan kita.

 

Allahu a’lam…

Ambi Ummu Salman (Depok, 11/11/2020)

 

 

Add Comment