Bismillahirrahmanirrahim…
Ketika kita mengangkat nama Shalahuddin Al Ayyubi pasti yang menempel adalah peristiwa perang salib.
Namun pada kajian kali ini yang menjadi poin utama pembahasan kita adalah pada kata generasi, jadi pembahasan kita bukan tentang perang tapi tentang tema pendidikan. Bagaimana perubahan yang terjadi di masyarakat muslim sehingga menjadi generasi yang gemilang yaitu generasi Shalahuddin Al Ayyubi.
Ketika semua yang hadir dan menyelenggarakan kajian ini adalah muslimah dan mengangkat tema kebangkitan generasi, maka pastinya ada keprihatinan atau kegelisagan dari para ibu terhadap kondisi generasi kita ke depan.
Kaum Ibu adalah bagian penting dalam semua permasalahan dan kondisi umat islam di indonesia khususnya dan di dunia secara umumnya.
Wajar jika ada keprihatinan atau kegelisahan di dalam diri para orangtua saat ini, bahkan harus muncul kegelisahan itu pada semua diri orangtua akan seperti apa generasi dan kondisi anak-anak cucu kita di masa depan.
Maka, wajar dan bahkan harus ada kekhawatiran dan keprihatinan dengan kondisi saat ini.
Anak-anak kita adalah harapan kita di masa depan bahwa mereka lah yang akan mengalirkan pahala kesholihahan kepada kita, tetapi tentunya itu akan sulit jika melihat kondisi saat ini.
Tentu saja kita boleh khawatir atau gelisah namun sebagai orang beriman kita tidak boleh pesimis.
Bangun kekhawatiran untuk memunculkan dinamika agar kita dinamis. Kegelisahan yang mendorong optimisme sehingga kita akan terus bergerak sampai pada titik merancang masa depan untuk anak-anak kita. Jangan sampai kita menyerah begitu saja, agar generasi anak-anak kita jauh lebih baik daripada kita saat ini.
Jangan diam dan membiarkan anak-anak kita dibentuk oleh media saat ini. Jangan biarkan anak-anak kita didesain dengan paradigma, cara berfikir dan nilai-nilai oleh para elit-elit masa kini.
Desain sendiri anak-anak kita, jangan menyerah.
Generasi Shalahuddin Al Ayyubi itu adalah generasi pengecualian dalam sejarah. Mengapa disebut generasi pengecualian??
Dunia islam pada masa itu sudah sangat luas dan kondisi umat islam pada masa itu dari ujung barat (maroko) sampai ujung timur (turkistan) pada umumnya adalah sama yaitu mengalami kemunduran yang cukup parah disemua lini. Dengan kondisi seperti itu maka wajar musuh-musuh islam menjadi percaya diri bukan karena mereka hebat tapi karena mereka tahu umat islam sedang lemah, terjadi kemunduran yang masif di tubuh umat islam.
Jadi peristiwa perang salib bukan karena barat sudah bangkit bahkan di masa itu kaum barat belum besar tapi karena umat islam perfomanya di bawah standart. Sehingga perang salib tidak bisa menjadi tolak ukur kebangkitan barat namun menjadi indikasi melemahnya umat islam.
Direbutnya palestina oleh pasukan salib adalah penanda kerapuhan umat islam.
Dalam satu minggu 40.000 orang dibantai (angka 40.000 adalah angka terkecil yang diakui barat sementara sejarawan muslim berpendapat korbannya adalah 80.000 jiwa) baik dari kalangan laki-laki, wanita bahkan anak-anak palestina. Darah mereka mengalir sampai mata kaki kuda para pasukan salib.
Kejadian ini tidak bisa diimbangi bahkan diatasi oleh umat islam saat itu. Padahal tahun 429H saat perang salib terjadi Khilafah Abbasiyah masih ada, Baghdad masih menjadi darussalam yang megah. Namun kondisi muslimin saat itu diibaratkan berdiri saja tak sanggup apalagi melawan, itulah gambaran kerapuhan umat islam.
Kaum muslimin baru bisa membalas setelah 50 tahun dari peristiwa perang salib sekitar tahun 540-an Hijriyah. Di tahun itu barulah umat islam bisa berdiri dan bangkit, di tahun inilah generasi awal shalahuddin al ayyubi muncul.
Itulah mengapa generasi ini disebut generasi pengecualian. Karena mereka adalah generasi yang bangkit melawan ditengah kondisi keterpurukan umat islam secara umumnya.
Lantas apa yang terjadi selama 50 tahun itu?
Apa yang berjalan di tengah umat?
(Selengkapnya bisa dibaca dalam buku : Uapaya 50 Tahun Gerakan Pendidikan Melahirkan Generasi Shalahuddin Al Ayyubi)
Dalam buku tersebut ada kata gerakan pendidikan, yang dimaksud disini adalah pendidikan orisinil islam bukan pendidikan barat. Dan gerakan tersebut hanya terjadi di sekitar wilayah syam.
Kita perlu membaca dan mempelajari jika kita ingin mengetahui bagaimana lahirnya generasi shalahuddin al ayyubi yang menjadi pengecualian sejarah.
Sejarah adalah hasil karya manusia bukan mukjizat. Mukjizat tidak bisa diulang tetapi sejarah bisa diulang, bisa ditiru. Masalahnya adalah kita mau atau tidak?
Maukah kita merancang tahapan-tahapan kebangkitan generasi ini?
Saat itu umat islam mengalami banyak permasalahan, masalah militer, politik, pemerintahan, dan lainnya. Namun yang perlu diketahui bahwa generasi shalahuddin al ayyubi lahir dari kesadaran akan permasalahan pendidikan. Proses yang lahir dari kesadaran sepenuhnya terhadap permasalahan dan isu pendidikan saat itu.
Mengapa demikian?
Ingat!, permasalahan hidup itu harus kita bagi-bagi mana yang di permukaan, mana yang dampak dan mana yang akar masalah.
Masalah ekonomi dan politik adalah hanya masalah permukaan atau hanya dampak. Jatuhnya palestina adalah indikator bahwa umat islam memiliki masalah yang mendasar. Karena Eropa saat itu belum bangkit, mereka bangkit 500 tahun setelah peristiwa ini. Mereka tertarik ke wilayah islam karena mereka tahu kaum muslimin sedang sakit.Mengapa umat islam sakit?
Generasi awal mulai mendiagnosa hal ini. Dua generasi sebelum generasi shalahuddin melakukan upaya untuk melakukan diagnosa atas permasalahan yang dialami umat islam saat itu.
Gerasi shalahuddin al ayyubi adalah generasi ketiga dari peristiwa tragis perang salib di palestina.
Jadi secara kronologis ada 3 generasi yang terlibat dalam 50 tahun gerakan pendidikan ini :
1. Generasi awal, yaitu generasi yang mengalani peristiwa perang salib. Mareka inilah yang melakukan diagnosa atas permasalahan yang dialami umat saat itu.
2. Generasi kedua (agen perubahan), yaitu generasi yang menjalankan hasil diagnosa dan analisa dari generasi pertama.
3. Generasi ketiga yaitu generasi pejuang, inilah generasi shalahuddin al ayyubi.
Mari kita mulai pembahasan dari generasi awal.
Generasi awal mendiagnosa mengapa kondisi umat islam terpuruk. Ada evaluasi keumatan, ada taubat keumatan. Dari evaluasi tersebut didapatkan bahwa dari semua masalah yang dialami umat saat itu ternyata akar masalahnya ada pada ilmu, yaitu masalah keilmuan dan keulamaan. Ada permasalahan yang holistik dalam pendidikan saat itu. Diantaranya adalah masalah dalam meletakkan fungsi ilmu dalam kehidupan.
Mengapa Rasul mengatakan ‘Ulama adalah penerus para Nabi’?
Nabi mewariskan ilmu karena esensi dari misi kenabian adalah ilmu. Ilmu itulah hidayah. Petunjuk Allah untuk manusia agar dapat menjalani kehidupan seperti yang digariskan oleh Allah. Dan di situlah letak kebahagiaan manusia yaitu ketika mereka bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan kehendak Allah.
Bagaimana manusia bisa bahagia jika ilmu yang dimiliki menyimpang dari ilmu yang telah diwariskan oleh para Nabi. Ilmu yang dimiliki sudah tidak lagi murni, sudah terkontaminasi oleh racun. Bagaimana manusia bahagia jika orang-orang yang berilmu tidak menjadi teladan, ilmu tidak menjadi sumber dari segala kebijakan-kebijakan yang mengatur hidupnya.
Dan itulah kondisi umat islam saat itu dan saat ini.
Ilmu yang terkontaminasi harus disterilkan. Dari proses ini lahirlah karya-karya yang menjadi kurikulum pendidikan generasi kedua.
Generasi pertama melahirkan diagnosa, kemudian generasi kedua menjadi agen perubahan.
Ingat hadits Nabi :
“Sesungguhnya Allah akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun.”
Para ulama sepakat bahwa mujaddid pertama adalah Umar bin Abdul Aziz yang wafat di tahun 101H. Jika sekarang tahun 1441H ditambah 50H berarti tahun 1491H. (Akan lahir mujaddid di generasi anak cucu kita nantinya InsyaaAllah, maka pertanyaannya apakah kita akan menjadi bagian dari berulangnya sejarah kebangkitan dari umat ini?).
Kembali pada generasi kebangkitan shalahuddin al ayyubi.
Setelah generasi pertama melakukan diagnosa, berlanjut pada generasi kedua yaitu generasi agen perubahan yang melakukan dua hal yaitu tajdid (perubahan) dan islah (memperbaiki kerusakan menjadi baik).
Generasi pertama yang memulai proses kelahiran generasi shalahuddin al ayyubi adalah generasi yang menyadari sepenuhnya permasalahan umat, memetakan permasalahan umat, mendiagnosa dan mengevaluasi. Kemudian melahirkan rancangan awal grand desain bagaimana kita harus merubah dan memperbaiki keadaan.
Lahirlah generasi kedua yang kita sebut sebagai agen perubahan yang berkontribusi sepenuhnya menjalankan rancangan atau desain yang dibentuk oleh generasi sebelumnya dan mensosialisasikannya secara luas/massal. Dengan fokus proyek percontohannya adalah wilayah syam karena ada tantangan nyata yaitu perang salib.
Yang menandai lahirnya generasi kedua ini adalah lahirnya madrasah-madrasah pembaharuan dan islah. Madrasah di zaman itu setara dengan universitas di zaman kita saat ini.
Sebelum lahirnya madrasah-madrasah ini sudah banyak madrasah-madrasah yang lain, yang paling elit adalah madrasah Nidzomiyyah. Akan tetapi madrasah-madrasah sebelumnya yang telah ada tersebut tidak mampu menjawab tantangan yang ada. Maka lahirnya madrasah-madrasah islah saat itu merupakan evaluasi peran dan fungsi dari madrasah-madrasah yang ada sebelumnya.
Lahirnya universitas-universitas baru yang betul-betul membawa paradigma baru dalam pendidikan, yang mana proyek utama mereka adalah wilayah syam.
Madrasah-madrasah ini memiliki jaringan khusus dan dari madrasah inilah nanti akan lahir generasi berikutnya, dan lahir pulah kesultanan zankiyah di tengah kesultanan-kesultanan lain yang masih dalam kondisi bobrok.
Kesultanan zankiyyah itu berbeda dengan kesultanan yang lain. Sultannya ikut dalam gerakan ini sehingga semua ide-ide pembaharuan dan islah dia tampung. Murid-murid tebaik dari madrasah-madrasah islah bekerja di bawah kesultanan ini. Sehingga lahirlah kekuatan baru yang menghadapi pasukan salib dab menghabisinya.
Dari kesultanan Zankiyyah inilah kemudian lahir Shalahuddin al ayyubi yang merupakan anak angkat dan murid dari Nuruddin Zanki.
Begitulah, pada masa itu problem awal yang tampak dipermukaan adalah ketentaraan, militer, politik dan kekuasaan.
Namun proses menyelesaikan semua masalah tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan inilah yang kemudian melahirkan arah politik yang baru.
Bersambung ke bagian kedua…
Ambi Ummu Salman, Resume kajian Dentist Muslimah yang disampaikan oleh Ustadz Asep Sobari, Lc dengan judul “Rahasia Kebangkitan Generasi Shalahuddin Al Ayyubi” di Masjid Darussalam Griya Tugu Asri Depok, tanggal 27 September 2019.