Bismillahirrahmanirrahim…
Ini adalah pertanyaan yang sering muncul terutama bagi kaum wanita yang biasanya memiliki udzur syar’i untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan sehingga harus membayar hutang puasanya di waktu yang lain. yang menjadi pertanyaan adalah ketika memasuki bulan syawal yaitu mana yang harus didahulukan antara membayar hutang puasa Ramadhan atau puasa sunnah enam hari di bulan syawal.
Puasa Syawal memiliki keutamaan yang sangat besar. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti berpuasa setahun penuh.” (HR Muslim)
Karena keutamaannya yang begitu besar, maka banyak orang yang tidak mau terlewat darinya. Lalu, bagi mereka apakah dibolehkan untuk mengerjakan puasa Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadan? Mengingat jika mengqadha terlebih dahulu nanti dikhawatirkan terlewat dari bulan Syawal.
Karakter amalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kontinu. Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya, “Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengistimewakan hari tertentu untuk ibadah? “ Ia kemudian menjawab, “Tidak, amalan beliau itu bersifat kontinu.” Aisyah kembali berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sholat Malam lebih dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.”
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika ada ibadah rutin yang beliau lakukan di bulan Ramadhan terlewatkan, biasanya beliau menggantinya di bulan Syawal. Pernah pada suatu tahun beliau tidak beriktikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan, beliau kemudian menggantinya di bulan Syawal beliau beriktikaf di sepuluh hari pertama bulan Syawal.
Telah kami ceritakan sebelumnya bahwa Ummu Salamah memerintahkan kepada keluarganya yang punya hutang puasa Ramadhan untuk segera menggantinya pada hari kedua bulan Syawal (keeseokan hari setelah Idul Fitri).
Oleh karena itu, orang yang punya hutang puasa Ramadhan hendaknya terlebih dahulu menunaikan hutang puasanya di bulan Syawal, agar tanggungannya lebih cepat selesai. Dan membayar hutang ini lebih diutamakan daripada berpuasa Syawal terlebih dahulu.
Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang punya hutang puasa wajib apakah ia boleh berpuasa sunnah sebelum melunasinya?.
Jika kita memakai pendapat yang membolehkan berpuasa sebelum melunasi puasa wajib, niscaya tujuan puasa enam hari Syawal tidak dapat dicapai, kecuali jika tidak menyempurnakan puasa Ramadhannya, barulah setelah itu ia menyusulnya dengan puasa enam hari Syawal.
Oleh sebab itu orang yang punya hutang puasa Ramadhan atau mendahulukan puasa enam hari Syawal, ia tidak mendapatkan pahala yang berlaku bagi orang puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari Syawal. Sebab ia belum menyempurnakan jumlah puasa Ramadhan yang harus dipenuhi. Tidak diragukan lagi, ia juga tidak berhak memperoleh pahala puasa setahun penuh manakala ia tidak puasa di bulan Ramadhan karena suatu udzur lalu sebelum melunasinya ia berpuasa Syawal terlebih dahulu.
Siapa yang melunasi hutang Ramadhan di bulan Syawal, kemudian mengikutinya dengan puasa sunah enam hari setelah tanggungan hutangnya selesai, itu adalah tindakan yang baik. Sebab ia berarti telah menyempurnakan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan puasa Syawal selama enam hari. Keutamaan puasa enam hari Syawal tidak ia peroleh ketika ia sedang melunasi hutangnya, sebab puasa Syawal enam hari hanya berlaku setelah jumlah puasa Ramadhan disempurnakan.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
Apabila seorang wanita memiliki hutang puasa Ramadan, apakah boleh baginya untuk mendahulukan puasa Syawal atas hutang puasanya? Ataukah dia harus qadha puasa dahulu kemudian puasa Syawal?
Beliau rahimahullah menjawab:
إذا كان على المرأة قضاء من رمضان فإنها لا تصوم الستة أيام من شوال إلا بعد القضاء، ذلك لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال) ومن عليها قضاء من رمضان لم تكن صامت رمضان فلا يحصل لها ثواب الأيام الست إلا بعد أن تنتهي من القضاء، فلو فرض أن القضاء استوعب جميع شوال، مثل أن تكون امرأة نفساء ولم تصم يوما من رمضان، ثم شرعت في قضاء الصوم في شوال ولم تنته إلا بعد دخول شهر ذي القعدة فإنها تصوم الأيام الستة، ويكون لها أجر من صامها في شوال، لأن تأخيرها هنا للضرورة وهو (أي صيامها للست في شوال) متعذر، فصار لها الأجر
“Apabila seorang wanita memiliki qadha (hutang puasa Ramadan), maka dia tidak boleh berpuasa enam hari bulan Syawal terlebih dahulu kecuali setelah menyelesaikan puasa qadhanya. Hal itu dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari Syawal”. Dan orang yang mempunyai qadha Ramadan, maka tidak bisa disebut telah berpuasa Ramadan (secara penuh). Maka dari itu, dia pun tidak bisa mendapatkan pahala puasa 6 hari bulan Syawal kecuali setelah dia menyelesaikan puasa qadhanya.
Apabila puasa qadhanya memenuhi seluruh bulan Syawal, seperti wanita yang nifas dan dia tidak berpuasa sama sekali di bulan Ramadan. Kemudian dia memulai puasa qadha di bulan Syawal dan tidaklah puasa qadha itu akan selesai kecuali setelah masuk bulan Dzulqa’dah, maka boleh baginya puasa 6 hari Syawal. Dan dalam kondisi ini dia mendapatkan pahala puasa Syawal. Karena dia mengakhirkan puasa Syawal dalam keadaan darurat dan karena uzur, maka dia tetap akan mendapatkan pahalanya.” (Majmu’ Fatawa, 20/19)
Mengenai penjelasan ini, Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafidzahullah menambahkan bahwa:
أن القضاء واجب في ذمة من أفطر لعذر بل هو جزء من هذا الركن من أركان الإسلام وعليه فتكون المبادرة إلى القيام به وإبراء الذمة منه مقدمة على فعل المستحب من حيث العموم
“Puasa qadha merupakan kewajiban bagi siapa saja yang tidak berpuasa (di bulan Ramadan) karena uzur, bahkan itu merupakan salah satu dari rukun Islam. Maka dari itu, bersegera untuk menunaikan dan menyelesaikan tanggungan itu harus lebih dikedepankan daripada melakukan amalan yang sifatnya sunah secara umum.”
Bagi seorang muslimah, pengganti puasa yang ia tinggalkan pada bulan Ramadhan adalah sebagai hutangnya kepada Allah. Maka, hal yang harus diperhatikan antara lain:
- Mengganti puasa wajib dilakukan terlebih dahulu sebelum berpuasa enam hari di bulan syawal. Karena hal itu lebih cepat dalam menyelesaikan tanggungan dan lebih berhati-hati. Di samping itu, ibadah wajib itu lebih dicintai Allah.
- Menyegerakan puasa qadha itu lebih mudah baginya karena sudah terbiasa berpuasa; karena kondisi yang mendukung karena banyak yang berpuasa enam hari Syawal; dan juga memanfaatkan liburan, bagi siapa saja yang terikat dengan belajar mengajar.
- Barangsiapa yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan yang sebelumnya, hendaklah ia meng-qadha yang lama terlebih dahulu sebelum qadha yang baru.
- Barangsiapa yang berpuasa enam hari di bulan Syawal pada hari Senin dan Kamis atau tengah bulan, dan hari-hari itu merupakan kebiasaannya dalam berpuasa maka ia mendapat dua fadilah jika diniatkan keduanya. Siapa yang meng-qadha puasa Ramadhan kemudian berpuasa pada hari Senin, Kamis, dan ayyamul bidh dengan niat puasa wajib. Padahal kebiasaanya berpuasa di hari-hari yang berfadilah tersebut, maka ia mendapat pahala puasa wajib dan puasa sunah. Bukankah karunia Allah itu sangatlah luas.
- Puasa enak hari di bulan Syawal adalah puasa sunah yang telah ditetapkan. Maka, siapa yang meginginkan pahala dari puasa ini, hendaklah meniatkan puasa pada malam hari. Jika ia meniatkan pada tengah hari, tetap sah puasanya dengan syarat belum memakan atau melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa sebelumnya. pahalanya dihitung sejak ia berniat untuk berpuasa.
- Sedangkan untuk puasa qadha’, ia tidak sah kecuali berniat di malam harinya, karena ia adalah puasa wajib.
Semoga Allah berikan pertolongan-Nya agar kita senantiasa istiqomah dalam jalan kebaikan..aamiin..
Allahu a’lam..
Ambi Ummu Salman